Tuesday, September 26, 2017

TATA KRAMA BERMASYARAKAT SUKU SUMBAWA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
            Indonesia terdiri atas masyarakat yang majemuk bila dilihat dari banyaknya suku bangsa dengan budaya dan kebiasaannya masing-masing. Budaya dan tradisi yang khas pada suatu suku bangsa merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara satu suku bangsa dengan sauku bangsa lainnya. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan (Ayatrohaedi, 1981: 1).
            Dalam kebudayaan suku bangsa tersebut ada yang bersifat fisik dan nonfisik. Jadi ada yang dapat dilihat maupun tidak terlihat. Hal yang dapat terlihat salah satunya adalah prilaku manusia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun caranya ia berhubungan dengan orang lain karena hal tersebut menimbulkan intraksi. Tiap suku bangsa mempunyai tata krama yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Sehingga pada masyarakat Indonesia yang majemuk ini terdapat bermacam-macam tata krama yang berbeda satu dengan yang lainnya.
            Arti tata krama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sopan santun. Adat sopan santun pada dasarnya ialah segala tindak tanduk, prilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucapan dan cakap sesuai kaidah dan norma tertentu. Karena banyaknya suku bangsa di Indonesia menyebabkan tata krama yang berlaku pada tiap suku bangsa berbeda satu dengan yang lainnya.
            Menurut James Danandjaya dalam makalahnya, tata krama adalah sesuatu yang harus dipelajari baik oleh warga masyarakat pemakainya maupun orang lain yang ingin memahami masyarakat yang bersangkutan. Anak warga masyarakat itu sejak awal memperoleh pendidikan tata krama yang dimulai dari lingkungannya yang terkecil yaitu keluarga sampai lingkungan yang lebih luas. Anak itu dipersiapkan rangka hubungan antara pribadi sebagai salah satu tahap bagi si anak untuk diterima secara penuh sebagai warga masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tata krama mencakup seluruh segi kehidupan dalam kelompok kekerabatan kehidupan setempat, kehidupan sekaum, sekelas, seusia dan sebagainya. Karena itu cara mereka bersikap terhadap orang lain yang lebih tua atau dengan yang seusia akan berbeda dalam setiap suku bangsa.
            Selain itu fungsi tata krama adalah untuk mengatur perilaku masyarakat sehingga dengan demikian kalau tata krama dipatuhi maka akan tercipta intraksi sosial yang teratur, tertib, dan efektif dalam masyarakat yang bersangkutan selain itu dalam tata krama terkandung adanya pengendalian sosial seperti rasa hormat, rasa takut, sungkan, malu dan rasa kesetiakawanan. Dengan demikian maka yang lebih mudah mengetahui bagaimana tata krama dalam budayanya sehingga ia mempunyai dasar yang kuat dalam menyaring masuknya budaya asing yang masuk dari luar.     
1.2. RUMUSAN MASALAH
            Ada hal-hal yang pada satu suku bangsa dianggap suatu aturan yang merupakan suatu hal yang sopan sedangkan pada sukui lain hal tersebut hal tersebut dianggap tidak sopan. Hal itu yang menyebabkan terkadang karena tidak mengetahui akan antar suku bangsa sering terjadi kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang bisa meningkat ke saling ejek  yang menjurus ke arah konflik antar suku bangsa. Karena itu sepatutnyalah kita mengetahui tata krama suku bangsa lain yang ada di Indonesia termasuk diantaranya suku bangsa Samawa di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
            Seiring dengan berkembangnya teknologi dan komunikasi yang semakin maju, maka budaya asing semakin banyak yang masuk ke Indonesia. Mengatisipasi hal itu generasi madu bangsa kita harus diperkuat dengan budaya sendiri sehingga mereka dapat menyaring budaya. Dalam hubungannya dengan tata krama atau sopan santun diharapkan mereka tetap mempertahankan tata krama terhadap orang tua dan orang lain, dalam segala tingkatan usia.
            Adapun bentuk tata krama yang dikenal pada masyarakat Samawa di Kabupaten Sumbawa dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu pertama tata krama dalam bertutur kata dan kedua dalam sikap atau tingkah laku. Tata krama dalam bertutur kata terdiri dari dua wujud. Pertama, dari segi nada bahasa yang dipakai. Kedua, dari segi nada yang dikeluarkan. Bahasa yang dipakai seseorang dalam berbicara dengan orang lain di Kabupaten Sumbawa dikenal tiga tingkatan bahasa yang dipakai dalm tutur kata. Pertama yang disebut dengan kata maniak yaitu cara bertutur kata kepada orang yang dihormati, yang lebih tua seperti kepada ayah, ibu, nenek dan kakek, paman/bibi atau kepada golongan bangsawan .
            Seiring dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat yang dipercepat  oleh perkembangan teknologi, meluas  penggunaan media masa (TV, radio, dll) dengan sendirinya membawa pangaru terhadap tata krama masyarakat Samawa di Sumbawa. Pengaruh tersebut menjadi masalah, karena nampaknya telah terjadi pergeseran dan pengausan tata krama tersebut. Untuk mengetahui masalah itu diadakan deskripsi tata krama  menurut idealnya dan bagaimana dalam praktik/wujudnya sekarang ini.
1.3. TUJUAN
            Tatakrama salah satu bentuk prilaku budaya dapat menimbulkan salah pengertian antara pendukung budaya lainnya. Keunikan masing-masing budaya perlu diungkap dan diinformasikan kepada seluruh masyarakat yang berbeda budayanya sehingga tidak terjadinya kesalahpahaman. Makalah ini berusaha mengungkapkan tatakrama suku bangsa Samawa sebagai salah satu aspek budayanya yang perlu diketahui oleh masyarakat lainnya di Indonesia. Hal ini perlu dalam rangka membina saling pengertian dan menjaga harmonisasi hubungan antar suku bangsa khususnya dan dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional pada umumnya.                  
            Disamping itu makalah ini bertujuan untuk mendokumentasikan salah satu aspek budaya Samawa khusus tatakramanya, dalam upaya pelestarian dan pembinaan kebudayaan nasional dibidang kebudayaan.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. TATAKRAMA DALAM BERSIKAP
            Deskripsi tatakrama menghormati dengan sikap dapat diungkapkan berdasarkan situasi dan kondisi dimana seorang anak bertemu atau berkumpul bersama dengan orang tua, kakek/nenek, paman/bibi, dan orang lain yang lebih tua berhubung karena sikap seseorang dalam kehidupan sehari-hari cakupannya cukup luas, maka pengungkapan tatakrama menghormati dengan sikap akan dibatasi pada saat anak akan berbicara, duduk, dan makan bersama orang tua, kakek/nenek, paman/bibi, dan orang lain yang lebih tua, serta bagaimana sikap anak pada saat lewat didepan orang tua tadi.                                                                                                                         Uraian mengenai sikap menghormati kepada orang yang lebih dituakan, dipaparkan pada orang yang beberapa situasi dan kondisi sebagai berikut.
a. Sikap Anak pada Saat Berbicara Bersama Orang Tua
              Seorang anak apabila berbicara bersama orang tua dan atau yang dituakan pada saat berdiri, maka sikap anak harus sedikit menunduk dan kedua tangan diletakkan didepan dan rapat menjulur ke bawah. Tapi, apabila yang dilawan berbicara itu sedang duduk maka anak terlebih dahulu duduk baru berbicara. Ia tidak boleh bergerak-gerak, mempermainkan atau memperhatikan sesuatu yang lain, ia harus menghadap dan memperhatikan baik-baik lawan bicaranya.
b. Sikap Anak pada Saat Makan Bersama Orang Tua
            Seorang anak apabila makan bersama dengan orang tua dan atau orang yang dituakan, maka anak anak itu harus mendahulukan orang tua tadi itu untuk mengambil nasi dan lauk pauknya. Selama anak itu makan, ia tidak boleh banyak bergerak, apalagi berdiri untruk mengambil nasi atau lauk-pauk tambahan. Mereka pula tidak diperbolehkan berbicara kecuali ditanya, menjawabpun seperlunya. Ia harus menghadapi hidangan sebaik-baiknya. Kalau pada waktu makan duduk dilantai, ia harus duduk bersila tidak boleh makan sambil berjongkok, dan kalau makan duduk dimeja ia tidak boleh menaikkan salah satu atau kedua belah kakinya ke atas kursi, ia juga tidak boleh menggerak-gerakkan kursi atau meja makan.
c. Sikap Anak pada Saat Duduk Bersama Orang Tua
             Seorang anak apabila duduk bersama orang tua atau orang yang dituakan maka ia harus duduk dengan tenang dan tidak banyak bergoyang. Kalau mereka duduk melantai anak itu harus duduk bersila dan tidak boleh duduk dengan cara jongkok maupun duduk dengan salah satu lutut berdiri. Apabila mereka duduk di atas kursi tidak dibenarkan anak tersebut menaikkan salah satu atau kedua kakinya diatas kursi atau diatas meja. Kedua kakinya dijulurkan kebawah dan kedua tangannya harus selalu didepan dan diusahakan selalu diatas lutut.
d. Sikap Anak pada Saat Lewat di Depan Orang Tua  
Seorang anak sebaiknya tidak lewat didepan orang tua atau orang yang dituakan, apakah orang itu berdiri atau duduk. Tapi apabila tidak ada jalan yang lain kecuali didepan orang tua atau orang yang dituakan itu maka harus meminta izin dengan cara mengucapkan kalimat tabeq “tabik” sambil menundukkan kepala dan tangan kanan harus lurus kebawah. Kalau seorang anak berjalan beriringan dengan orang tua ia tidak boleh berjalan mendahului orang tua tersebut. Tetapi kalau anak itu ingin cepat-cepat mendahului orang tua itu karena ada urusan penting maka sebelum mendahului si orang tua tersebut ia harus mengucapkan terlebih dahulu mengucapkan tabeq “tabik” yang artinya ia mohon maaf dengan sikapnya itu.
2.2. TATAKRAMA BERSALAMAN
            Deskripsi mengenai tatakrama bersalaman dapat diuraikan berdasarkan uraian sebagai berikut:
a. Orang yang Ditemani Bersalaman
            Pada dasarnya orang-orang yang ditemani bersalaman adalah orang-orang yang telah dikenal, baik secara akrab maupun tidak. Pada umumnya tidak pernah tejadi intraksi bersalaman denga orang yang tidak dikenal kecuali bersalaman dimasjid setelah sholat berjama’ah, itupun hanya terjadi kalau ada tamu yang tidak dikenal turut pula berjama’ah dimasjid itu atau pada tempat-tempat tertentu seperti pada pesta perkawinan dan sebagainya.                                                                                                                                                             Dilihat dari frekuensi bersalaman maka yang paling sering bersalaman adalah antara anak dengan orangtuanya kemudian ayah dan ibu, serta antara anak dan kakek/nenek dan paman atau bibinya. Demikian pula terhadap teman atau sahabat yang lebih akrab.
b. Waktu Bersalaman
            bagi masyarakat Samawa tidak ada aturan mengenai waktu yang dilarang untuk bersalaman begitu pula tidak ada waktu yang baik dan tidak baik untuk bersalaman. Namun yang dianjurkan adalah setiap kali pertemuan awal atau akan berpisah karena akan berangkat pergi hendaknya bersalaman. Misalnya seorang anak akan berangkat atau pulang dari sekolah maka ia harus berpamitan dan bersalaman dengan orangtuanya. Begitu pula seorang ibu atau ayah yang akan berangkat atau pulang kerja hendaknya bersalaman dengan istri atau suamunya, demikian pula ditempat tugas atau sekolah maka ia harus bersalaman dengan guru dan teman sekolahnya atau teman sekerjanya sebagai tanda syukur dan selamat atas perjumpaan mereka. Selain itu, ada pula  saat-saat tertentu yang banyak dilakukan untuk bersalaman seperti pada waktu bersilaturrahmi di hari-hari lebaran, pesta perkawinan, melayat kerumah duka, pada saat pergi atau pulang dari tanah suci.
c. Tempat Bersalaman
            Dimana tempat bersalaman? Masyarakat Samawa tidak mengenal aturan mengenai tempat-tempat yang dianjurkan untuk bersalaman dan tempat-tempat yang dilarang untuk bersalaman. Begitu pula tidak aturan yang mengatur tentang tempat-tempat yang baik dan tidak baik untuk bersalaman.                                                                                                                           Pada dasarnya mereka dapat bersalaman dimana saja, hal itu tergantung pada tempat mereka bertemu. Apakah dirumah, dipasar, dikantor, disekolah, dimesjid dan sebagainya yang penting itu aman dan tidak mengganggu orang disekelilingnya.
d. Tatacara Bersalaman
            Masyarakat Samawa mengenal beberapa cara bersalaman yaitu bersalaman dengan satu tangan, bersalaman dengan dua tangan dan bersalaman dengan disertai pelukan. Untuk jelasnya tatacara bersalaman diuraikan sebagai berikut.
1.      Bersalaman dengan Satu Tangan
            Bersalaman dengan satu tangan merupakan cara bersalaman yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Samawa. Tatacara bersalaman sepeti ini adalah menggunakan tangan kanan, badan dibungkukkan sedikit dan diusahakan tersenyum agar menunjukkan rasa senang terhadap orang yang ditemani bersalaman kemudian tangan kanan diusahakan menyentuh dada sejenak.
2.      Bersalaman dengan Dua Tangan
            Bersalaman dengan dua tangan biasanya dilakukan oleh seorang anak rehadap orang tuanya. Kakek/neneknya, paman/bibinya, kadang kala dilakukan oleh seorang yang bersalaman dengan uztads/ulama dan orang-orang terhormat lainnya.                                   Bersalaman dengan dua tangan ini tidak mutlak disambut dengan dua tangan pula, pada umumnya hanya disambut dengan satu tangan  yaitu dengan tangan kanan.  Orang yang menggunakan dua tangan harus membungkukkan badan sambil mencium tangan orang yang ditemani bersalaman dan dihormati itu. Kalau yang disalami sementara duduk maka orang yang akan bersalaman dengannya harus duduk berjongkok didepannya tidak boleh dengan cara berdiri.
3.      Bersalaman yang Disertai denga Berpelukkan
            Bersalaman dengan menggunakan cara ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat seperti antar anak dengan orang tuanya, sesama saudaranya dan sepupunya. Cara ini tidak selamanya dilakukan kecuali salah satu diantara mereka akan bepergian jauh (merantau) atau sebaliknya yaitu salah seorang baru saja kembali dari perantauan tersebut.                                                     
            Perlu pula diketahui bahwa orang-orang yang yang bersalaman dengan cara ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki jenis kelamin yang sama kecuali antara anak dengan kedua orang tuanya dan cucu dengan nenek/kakeknya. Perwujudan bersalaman dengan cara ini menunjukkan rasa haru karena kegembiraan atau rasa haru karena berduka cita. Lumrah terjadi orang-orang itu meneteskan air mata sebagai tanda haru.
2.3. TATAKRAMA BERPAKAIAN DAN BERDANDAN
            Uraian mengenai cara berpakaian dan berdandan bagi masyarakat Samawa dapat dibedakan atas cara berpakaian dan berdandan pada saat akan santai, bepergian dan ke pesta. Cara berpakaian dan berdandan ini berbeda pula antara anak laki-laki dan perempuan.
a. Cara Berpakaian dan Berdandan pada Saat Santai
            Santai yang dimaksud dalam ini, yaitu suatu kegiatan istirahat baik didalam maupun diluar rumah kegiatan ini biasanya dilakukan pada sore hari setelah mandi.  Untuk anak laki-laki mengenakan pakaian sehari-hari yang bersih dan rapi semua kancing baju harus dipasang kerah baju harus dirapikan lipatannya. Rambut tidak boleh panjang (gondrong) dan disisir rapi. Demikian pula dengan anak perempuan  mengenakan pakaian sehari-hari yang bersih dan rapi rambut biasanya diikat atau dijepit dengan jepitan atau dengan bando. Muka diolesi sedikit bedak dan diratakan. Saat akan keluar rumah harus menggunuakan sandal atau sepatu.
b. Cara Berpakaian dan Berdandan pada Saat Akan Bepergian
            Anak laki-laki mengenakan pakaian untuk bepergian yang bersih dan rapi ujung baju bagian bawah sebaiknya dimasukkan pada lipatan celana dan memakai ikat pinggang rambut disisir rapi yang sebelumnya dioleskan sedikit minyak rambut dan mengenakan sepatu atau sandal. Bagi anak perempuan mengenakan pula pakaian bepergian yang bersih dan rapi rambut disisir rapi dan diikat atau dijepit. Muka dioles dengan sedikit bedak dan diratakan perhiasan yang dikenakan berupa anting, gelang dan kalung serta mengenakan sepatu atau sandal.                                                                                                                                       Selanjutnya laki-laki dewasa, pakaian yang dikenakan adalah pakaian bepergian yang bersih dan rapi rambut disisir yang sebelumnya diolesi minyak rambut mengenakan jam tangan dan kaca mata bagi yang berusia lanjut serta menggunakan sandal atau sepatu. Sedangkan wanita dewasa juga menggunakan pakaian bepergian yang bersih, rapi dan sopan.
c. Cara Berpakaian dan Berdandan pada Saat Akan ke Pesta
            untuk laki-laki baik remaja maupun dewasa pakaian yang digunakan adalah pakaian pesta yang rapi dan sopan, rambut disisir rapi yang kemudian memakai kopiah. Biasanya menggunakan jam tangan dan cincin serta sepatu kalau mengenakan celana panjang kadang kala memakai sandal apabila menggunakan sarung.                                                                                  Perempuan juga mengenakan pakaian pesta yang bersih, rapi dan sopan, muka diriasi sedemikian rupa hingga nampak cantik dan menawan bagian dan kepala ditutupi dengan kerudung atau menggunakan jilbab. Selain itu juga mengenakan sepatu atau slop dan tas.                                                                                                                                                                    Setelah berada diacara pesta tidak boleh membetulkan pakaian yang mengakibatkan ada bagian badan yang tidak pantas dilihat orang lain. akan tetapi, membetulkan pakaian yang yang tidak mengakibatkan tampaknya bagian badan yang tidak pantas dilihat orang lain, boleh saja membetulkan pakaian yang tidak mungkin dilakukan sendiri, biasanya minta bantuan kepada anggota kerabat yang sama jenis kelaminnya.
2.4. TATAKRAMA BERBICARA
            Tatakrama berbicara pada masyarakat Samawa dapat diungkapkan berdasarkan tig hal pokok yaitu pilihan kata yang tepat, intonasi suara dan sikap pada saat berbicara.
a. Pilihan Kata yang Tepat
            dalam hal berbicara penyebutan kata-kata yang tepat atau tidak tepat dapat memberikan penilaian tentang sopan atau tidak sopannya seseorang. Misalnya seorang anak ditanya oleh seseorang yang lebih tua: me lako bapakmu ? “kemana bapaknya ?”, lalu anak itu mejawab no kaji toq “saya tidak tau”, maka anak itu menunjukkan kesopanan berbicara dengan orang yang lebih tua darinya.                                       
            Dalam hal memanggil seseorang untuk makan, utamanya ditujukan kepada tamu biasanya digunakan kalimat silamo tu tama mangan ‘mari kita masuk makan’ kemudian baru ditujukan kepada anggota atau kerabat dekatnya. Selanjutnya apabila tuan rumah sedang melangsungkan acara makan tiba-tiba ada tamu yang datang, biasanya tuan rumah menyambut tamunya dengan kalimat silamo tu tres tama ‘mari kita langsung masuk kedalam’.                                                                                                                                                                Ucapan yang disampaikan pada saat mengundang seperti mempersilahkan untuk mampir ke rumahnya dengan kalimat yang penuh dengan arti kiasan. Misalnya, silamo sia ngesar ko bale bede tu ana ‘ mari mampir ke rumah gubuk saya’ yang walaupun mungkin saja rumah yang mengundang itu menyerupai istana.
b. Intonasi Suara
            Pada saat berbicara seseorang harus memperhatikan siapa-siapa yang dihadapi berbicara. Apakah itu anak-anak, remaja, dan orang tua ataukah orang yang sebaya dengannya dan bagaimana status sosialnya. Hal ini sangat penting untuk menentukan intonasi suara pada saat berbicara. Dalam masyarakat Samawa secara garis besar dikenal tiga klasifikasi intonasi suara yaitu suara rendah/halus, suara sedang, dan suara tinggi/kasar. Berbicara dengan suara rendah/halus biasanya dilakukan oleh anak-anak apabila berbicara dengan orang tuanya atau kepada orang yang dituakan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.                                                                                                                                          Berbicara dengan suara sedang merupakan intonasi suara yang banyak digunakan dalam berkomunikasi antara seluruh lapisan masyarakat baik antara anak-anak dan orang sebaya dengannya.                                                                                                    
            Berbicara dengan suara tinggi biasanya dilakukan oleh seorang apabila sedang berteriak atau membentak, berbicara dengan suara seperti ini adalah kurang sopan kecuali kalau orang tua yang berteriak memanggil atau membentak anak-anaknya akan tetapi, kalau berteriak atau membentak didepan  atau disaksikan oleh orang lain adalah termasuk kurang sopan.
c. Sikap pada Saat Berbicara
            Seseorang yang sedang berbicara kurang sopan kalau bertolak pinggang, apalagi kedua tangan. Hal ini menunjukkan sikap sombong atau menganggap enteng orang yang diajak berbicara. Akan tetapi hal ini akan biasa-biasa saja apabila orang tua atau orang yang lebih tua  bersikap seperti itu sedangkan lawan bicaranya anak-anak. Menurut masyarakat Samawa sikap yang sopan pada saat berbicara dalam keadaan berdiri yaitu kedua tangan dilipat kebelakang punggung atau kedepan dekat perut.                  
            Seorang anak yang sedang berdiri tidak dibenarkan berbicara dengan orang tua atau orang yang lebih tua yang sedang duduk. Sebaiknya anak itu harus terlebih dahulu duduk dengan tenang dan sopan kemudian berbicara. Selama berbicara dengan orang tua tersebut tidak boleh mengangguk atau menggelengkan kepala tetapi harus dengan ucapan. Sebaliknya apabila orang tua mengangguk kepala terhadap anaknya hal itu biasa-biasa saja.
2.5. TATAKRAMA BERTEGUR SAPA
            Tatakrama bertegur sapa dalam masyarakat Samawa, dapat dipaparkan dengan menguraikan jawaban dari beberapa pertanyaan: siapa saja yang ditegur sapa, kapan bertegur sapa, dan bagaimana cara bertegur sapa untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.
a. Orang yang Ditegur Sapa
            Setiap orang dapat saj melakukan aksi tegur sapa kepada orang-orang yang dikenalnya. Tetapi aksi tegur sapa itu lebih sering terjadi diantara orang-orang yang persahabatannya telah terjalin akrab atau mereka yang ada didalam pertalian kekerabatan yang dekat sekali. Misalnya antara anak dengan orang tuanya atau kakek/neneknya, antara anak dengan paman/bibinya, antara seseorang dengan anggota kerabatnya, sahabat/temannya, gurunya dan sebagainya. Seorang anak yang serumah dengan orang tuanya atau neneknya tidak selamanya setiap hari harus bertegur sapa. Akan tetapi biasanya bertegur sapa apabila tidak sengaja bertemu diluar rumah atau ditempat lain.                                                             Tegur sapa ini terjadi sebagai manipestasi dari nilai solidaritas, kereukunan, dan kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Waktu dan Tempat Bertegur Sapa
            Waktu bertegur sapa tidak diatur dalam kehidupan masyarakat Samawa. Bertegur sapa dapat saja dilakukan saja, tergantung pada saat pertemuannya apakah itu pagi, siang, ataupun malamnya. Demikian pula tempat-tempat bertegur sapa juga tergantung tempat atau lokasi dimana petemuannya. Apakah itu dirumah, didipasar, dijalanan, dan sebagainya.                                                                                                                       Berdasarkan hal tersebut, seseorang dapat saja bertegur sapa dengan orang yang dikenalnya dalam situasi dan kondisi bagaimanapun juga. Kendati demikian seseorang dalam bertegur sapa harus metaati tata cara yang berlaku dalam masyarakat.
c. Tata Cara bertegur sapa
            Dalam bertegur sapa biasanya usia yang lebih muda lebih dahulu menegur sapa kepada yang lebih tua. Namun tidak menutup kemungkinan usia yang lebih tua dapat saj lebih dahulu menegur sapa kepada orang yang usianya yang lebih muda. Seorang anak apabila bertegur sapa dengan orang tuanya atau orang yang kebih tua, maka harus terlebih dahulu mendekati orang tersebut kemudian menegur sapa. Kurang sopan apabila dari kejauhan berteriak menegur sapa. Akan tetapi, apabila orang tua atau orang yag lebih tua berteriak menegur sapa anaknya atau orang yang lebih muda usianya, maka hal itu tidak menjadi masalah asalkan teriakannya itu tidak mengundang perhatian dari banyak orang disekitarnya.                                                                                         
            Bertegur sapa biasanya didahului dengan kata-kata memberi salam dengan mengucapkan “ Assalumu’alaikum” yang disertai dengan berjabat tangan. Kemudian dilanjutkan dengan dialog yang biasanya materi berkisar tentang keadaan keluarga, kejadian dalam kapung yang lagi jadi pokok pembicaraan, pengalaman, dan lain sebagainya.                                                                                                                              Apabila seseorang ditegur sapa oleh anggota kerabatnya atau sahabatnya dan ternyata tidak disambut dengan baik maka hal tersebut dianggap tidak sopan, selanjutnya apabila tegur sapa itu sama sekali disambut, maka hal tersebut menjadi bahan gunjingan dalam masyaraktat pelaku akan dicap sebagai orang sombong dan yang bersangkutan kurang mendapat simpati dalam masyarakat.
2.6. TATAKRAMA BERTAMU
            Tatakrama bertamu dalam masyarakat Samawa dapat diungkapkan dengan mempertikan tiga hal pokok yaitu waktu bertamu, orang yang bertamu dan  cara bertamu. Ketiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Waktu Bertamu
            Waktu yang baik dan sopan untuk bertamu adalah diusahakan agar tidak mengganggu kegiatan tuan rumah, baik pada saat bekeja, makan dan istirahat atau tidur. Bertamu dengan tidak memperhatikan hal tersebut adalah kurang sopan. Akan tetapi, apabila ada sesuatu hal yang sangat penting mendesak dan penting untuk disampaikan hal tersebut tidak menjadi masalah.                                                                                       Sehubungan dengtan tesebut, waktu yang baik untuk bertamu yaitu pada sore hari antara jam 16.00 s.d. 17.00 dan pada malam hari antara jam 19.00 s.d. 21.00 kecuali pada hari minggu dapat saja bertamu pada pagi hari antara jam 08.00 s.d. 11.00.
b. Orang yang Bertamu
            dalam kehidupan masyarakat Samawa tidak ada larangan bagi orang yang tidak dikenal  yang berlaku dalam masyarakat. Akan tetapi, sebaiknya ada orang lain menemani yang sudah mengenal dan dikenal oleh tuan rumah. Seorang laki-laki dianggap kurang sopan apabila bertamu kerumah perempuan yang dirumah itu tidak ada laki-laki (tidak termasuk anak-anak), terlebih lagi pada malam hari. Akan tetapi hal itu tidak ada masalah apabila ada hubungan kekerabatan yang dekat atau akrab.                      
            Mengenai jumlah orang yang akan bertamu pada semua sebuah rumah tidak diatur dalam masyarakat Samawa. Berapapun jumlah orang yang akan bertamu semuanya diterima dengan lapang dada oleh tuan rumah, sepanjang tamu tersebut mematuhi tatakrama yang berlaku dalam masyarakat.
c. Tatacara Betamu
            Sebelum berkemas untuk bertamu, terlebih dahulu orang yang akan bertamu itu mengenakan pakaian yang bersih dan rapi. Sewaktu tiba dirumah orang yang dimaksud terlebih dahulu mengetuk pintu secara berlahan-lahan sebanyak 3 s.d. 5 kali ketukan. Hal itu dapat diulang sampai 2 atau 3 kali ketukan. Tetapi apabila sudah mengetuk pintu lebih dari tiga kali maka sebaiknya orang yang bermaksud bertamu itu kembali pulang.         Seandainya pada saat bertamu orang yang dimaksud keluar menemui tamunya maka tamu harus mengucapkan salam disertai jabat tangan. Kalau tamu tersebut terdiri atas beberapa orang, maka sebaiknya hanya satu orang yang memberi salam tetapi semuanya semuanya harus berjabat tangan.    Selama bertamu, tidak boleh mengeluarkan kata-kata atau berprilaku yang dapat menyinggung perasaan tuan rumah. Misalnya mengatakan “kawa na pet pe” (kopinya sangat pahit) atau dengan menampakkan perubahan ekspresi wajah kurang menyenangkan karena kopi tersebut pahit.                                                                      Pembicaraan pada saat bertamu sebaiknya diarahkan pada maksud utamanya. Boleh saja membicarakan hal-hal lain sebagai selingan atau pelengkap tapi tidak boleh terlalu panjang dan membosankan kalau ada yang lucu dalam pembicaraan, sebaiknya tidak tertawa terbahak-bahak. Akan tetapi kalau ada hubungan kekerabatan yang lebih dekat maka hal tersebut biasa-biasa saja.                                                                 
             Setelah pembicaraan dan maksud bertamu telah disampaikan secaraa jelas dan yang bertamu berkemas akan pulang maka harus pamit dengan mengucapkan salam “Assalamu’alaikum” yang akan dijawab oleh tuan rumah “Wa’alaikumussalam” kemudian tuan rumah harus mengantar tamunya sampai kepintu pagar.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
a.   Prilaku tatakrama bersalaman dalam kehidupan masyarakat nampak sesuai dengan konsep ideal tatakrama masyarakat Samawa. Kendati demikian frekuansi bersalaman utamanya anak-anak terhadap orang tuanya agak kurang, jika dibandingkan dengan yang seharusnya seperti dalam konsep idealnya tatakrama masyarakat Samawa.
b.   Prilaku tatakrama berpakaian dan berdandan juga nampak mengalami pergeseran dari konsep ideal tatakrama masyarakat Samawa. Tetapi pergeseran itu dianggap wajar-wajar saja dalam kehidupan masyarakat.
c.   prilaku tatakrama berbicara dalam masyarakat nampak sesuai dengan konsep ideal tatakrama masyarakat Samawa. Kendati demikian sikap pada saat berbicara terutama dihadapan orang tua kadang kala tidak sesuai dengan pola ideal yang diharapkan karena mengarah pada hal yang kurang etis.
d.   prilaku bertegur sapa dalam masyarakat Samawa nampak sangat sesuai dengan konsep ideal tatakrama dalam masyarakat baik yang terjadi didalam maupun diluar lingkungan kerabat.
e.   prilaku bertamu dalam masyarakat Samawa nampak sangat sesuai dengan konsep ideal tatakrama dalam masyarakat baik yang terjadi didalam maupun diluar lingkungan kerabat.                                                                                                                                    
3.2. SARAN                                                                                                               Berdasarkan kenyataan yang terjadi pergeseran tatakrama dalam hubungan sosial kearah yang kurang etis dalam kehidupan masyarakat Samawa, maka disarankan beberapa hal sebagaiu berikut:

  1. keluarga sebagai unit kesatuan sosial terkecil yang pertama dan utama dalam pembinaan anak-anak, perlu ditingkatkan pemberdayaan dalam rangka pembinaan tatakrama yang berpola dalam masyarakat
  2. perlu adanya peran serta secara aktif dari tokoh-tokoh masyarakat pada umumnya dalam rangka pembinaan tatakrama dalam kehidupan masyarakat yang berasal dan sesuai dengan kebudayaan masyarakat Samawa
  3. perlu adanya materi pelajaran tatakrama di SD dan SMP dalam rangka pembinaan dan penanaman nilai tatakrama terhadap anak didik. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon