BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Indonesia
terdiri atas masyarakat yang majemuk bila dilihat dari banyaknya suku bangsa
dengan budaya dan kebiasaannya masing-masing. Budaya dan tradisi yang khas pada
suatu suku bangsa merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara satu suku
bangsa dengan sauku bangsa lainnya. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai
kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan (Ayatrohaedi, 1981: 1).
Dalam
kebudayaan suku bangsa tersebut ada yang bersifat fisik dan nonfisik. Jadi ada
yang dapat dilihat maupun tidak terlihat. Hal yang dapat terlihat salah satunya
adalah prilaku manusia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun caranya ia
berhubungan dengan orang lain karena hal tersebut menimbulkan intraksi. Tiap
suku bangsa mempunyai tata krama yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Sehingga pada masyarakat Indonesia yang majemuk ini terdapat bermacam-macam
tata krama yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Arti
tata krama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sopan santun. Adat sopan
santun pada dasarnya ialah segala tindak tanduk, prilaku, adat istiadat, tegur
sapa, ucapan dan cakap sesuai kaidah dan norma tertentu. Karena banyaknya suku
bangsa di Indonesia menyebabkan tata krama yang berlaku pada tiap suku bangsa
berbeda satu dengan yang lainnya.
Menurut
James Danandjaya dalam makalahnya, tata krama adalah sesuatu yang harus
dipelajari baik oleh warga masyarakat pemakainya maupun orang lain yang ingin
memahami masyarakat yang bersangkutan. Anak warga masyarakat itu sejak awal
memperoleh pendidikan tata krama yang dimulai dari lingkungannya yang terkecil
yaitu keluarga sampai lingkungan yang lebih luas. Anak itu dipersiapkan rangka
hubungan antara pribadi sebagai salah satu tahap bagi si anak untuk diterima
secara penuh sebagai warga masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tata krama mencakup seluruh segi kehidupan dalam kelompok kekerabatan kehidupan
setempat, kehidupan sekaum, sekelas, seusia dan sebagainya. Karena itu cara
mereka bersikap terhadap orang lain yang lebih tua atau dengan yang seusia akan
berbeda dalam setiap suku bangsa.
Selain itu fungsi tata krama adalah
untuk mengatur perilaku masyarakat sehingga dengan demikian kalau tata krama
dipatuhi maka akan tercipta intraksi sosial yang teratur, tertib, dan efektif
dalam masyarakat yang bersangkutan selain itu dalam tata krama terkandung adanya
pengendalian sosial seperti rasa hormat, rasa takut, sungkan, malu dan rasa
kesetiakawanan. Dengan demikian maka yang lebih mudah mengetahui bagaimana tata
krama dalam budayanya sehingga ia mempunyai dasar yang kuat dalam menyaring
masuknya budaya asing yang masuk dari luar.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Ada
hal-hal yang pada satu suku bangsa dianggap suatu aturan yang merupakan suatu
hal yang sopan sedangkan pada sukui lain hal tersebut hal tersebut dianggap
tidak sopan. Hal itu yang menyebabkan terkadang karena tidak mengetahui akan
antar suku bangsa sering terjadi kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang bisa
meningkat ke saling ejek yang menjurus
ke arah konflik antar suku bangsa. Karena itu sepatutnyalah kita mengetahui
tata krama suku bangsa lain yang ada di Indonesia termasuk diantaranya suku
bangsa Samawa di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Seiring
dengan berkembangnya teknologi dan komunikasi yang semakin maju, maka budaya
asing semakin banyak yang masuk ke Indonesia. Mengatisipasi hal itu generasi
madu bangsa kita harus diperkuat dengan budaya sendiri sehingga mereka dapat
menyaring budaya. Dalam hubungannya dengan tata krama atau sopan santun
diharapkan mereka tetap mempertahankan tata krama terhadap orang tua dan orang
lain, dalam segala tingkatan usia.
Adapun
bentuk tata krama yang dikenal pada masyarakat Samawa di Kabupaten Sumbawa
dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu pertama tata krama dalam bertutur
kata dan kedua dalam sikap atau tingkah laku. Tata krama dalam bertutur kata
terdiri dari dua wujud. Pertama, dari segi nada bahasa yang dipakai. Kedua,
dari segi nada yang dikeluarkan. Bahasa yang dipakai seseorang dalam berbicara
dengan orang lain di Kabupaten Sumbawa dikenal tiga tingkatan bahasa yang
dipakai dalm tutur kata. Pertama yang disebut dengan kata maniak yaitu cara
bertutur kata kepada orang yang dihormati, yang lebih tua seperti kepada ayah,
ibu, nenek dan kakek, paman/bibi atau kepada golongan bangsawan .
Seiring dengan perkembangan dan
kemajuan masyarakat yang dipercepat oleh
perkembangan teknologi, meluas
penggunaan media masa (TV, radio, dll) dengan sendirinya membawa pangaru
terhadap tata krama masyarakat Samawa di Sumbawa. Pengaruh tersebut menjadi
masalah, karena nampaknya telah terjadi pergeseran dan pengausan tata krama
tersebut. Untuk mengetahui masalah itu diadakan deskripsi tata krama menurut idealnya dan bagaimana dalam
praktik/wujudnya sekarang ini.
1.3.
TUJUAN
Tatakrama
salah satu bentuk prilaku budaya dapat menimbulkan salah pengertian antara
pendukung budaya lainnya. Keunikan masing-masing budaya perlu diungkap dan
diinformasikan kepada seluruh masyarakat yang berbeda budayanya sehingga tidak
terjadinya kesalahpahaman. Makalah ini berusaha mengungkapkan tatakrama suku
bangsa Samawa sebagai salah satu aspek budayanya yang perlu diketahui oleh
masyarakat lainnya di Indonesia. Hal ini perlu dalam rangka membina saling
pengertian dan menjaga harmonisasi hubungan antar suku bangsa khususnya dan
dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional pada umumnya.
Disamping
itu makalah ini bertujuan untuk mendokumentasikan salah satu aspek budaya
Samawa khusus tatakramanya, dalam upaya pelestarian dan pembinaan kebudayaan
nasional dibidang kebudayaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
TATAKRAMA DALAM BERSIKAP
Deskripsi
tatakrama menghormati dengan sikap dapat diungkapkan berdasarkan situasi dan
kondisi dimana seorang anak bertemu atau berkumpul bersama dengan orang tua,
kakek/nenek, paman/bibi, dan orang lain yang lebih tua berhubung karena sikap
seseorang dalam kehidupan sehari-hari cakupannya cukup luas, maka pengungkapan
tatakrama menghormati dengan sikap akan dibatasi pada saat anak akan berbicara,
duduk, dan makan bersama orang tua, kakek/nenek, paman/bibi, dan orang lain
yang lebih tua, serta bagaimana sikap anak pada saat lewat didepan orang tua
tadi. Uraian mengenai sikap menghormati
kepada orang yang lebih dituakan, dipaparkan pada orang yang beberapa situasi
dan kondisi sebagai berikut.
a. Sikap Anak pada Saat Berbicara
Bersama Orang Tua
Seorang anak apabila berbicara
bersama orang tua dan atau yang dituakan pada saat berdiri, maka sikap anak
harus sedikit menunduk dan kedua tangan diletakkan didepan dan rapat menjulur
ke bawah. Tapi, apabila yang dilawan berbicara itu sedang duduk maka anak
terlebih dahulu duduk baru berbicara. Ia tidak boleh bergerak-gerak,
mempermainkan atau memperhatikan sesuatu yang lain, ia harus menghadap dan
memperhatikan baik-baik lawan bicaranya.
b. Sikap Anak pada Saat Makan
Bersama Orang Tua
Seorang
anak apabila makan bersama dengan orang tua dan atau orang yang dituakan, maka
anak anak itu harus mendahulukan orang tua tadi itu untuk mengambil nasi dan
lauk pauknya. Selama anak itu makan, ia tidak boleh banyak bergerak, apalagi
berdiri untruk mengambil nasi atau lauk-pauk tambahan. Mereka pula tidak
diperbolehkan berbicara kecuali ditanya, menjawabpun seperlunya. Ia harus
menghadapi hidangan sebaik-baiknya. Kalau pada waktu makan duduk dilantai, ia
harus duduk bersila tidak boleh makan sambil berjongkok, dan kalau makan duduk
dimeja ia tidak boleh menaikkan salah satu atau kedua belah kakinya ke atas
kursi, ia juga tidak boleh menggerak-gerakkan kursi atau meja makan.
c. Sikap Anak pada Saat Duduk
Bersama Orang Tua
Seorang anak apabila duduk bersama orang tua atau
orang yang dituakan maka ia harus duduk dengan tenang dan tidak banyak
bergoyang. Kalau mereka duduk melantai anak itu harus duduk bersila dan tidak
boleh duduk dengan cara jongkok maupun duduk dengan salah satu lutut berdiri.
Apabila mereka duduk di atas kursi tidak dibenarkan anak tersebut menaikkan
salah satu atau kedua kakinya diatas kursi atau diatas meja. Kedua kakinya
dijulurkan kebawah dan kedua tangannya harus selalu didepan dan diusahakan
selalu diatas lutut.
d. Sikap Anak pada Saat Lewat di
Depan Orang Tua
Seorang anak sebaiknya
tidak lewat didepan orang tua atau orang yang dituakan, apakah orang itu
berdiri atau duduk. Tapi apabila tidak ada jalan yang lain kecuali didepan
orang tua atau orang yang dituakan itu maka harus meminta izin dengan cara
mengucapkan kalimat tabeq “tabik”
sambil menundukkan kepala dan tangan kanan harus lurus kebawah. Kalau seorang
anak berjalan beriringan dengan orang tua ia tidak boleh berjalan mendahului
orang tua tersebut. Tetapi kalau anak itu ingin cepat-cepat mendahului orang
tua itu karena ada urusan penting maka sebelum mendahului si orang tua tersebut
ia harus mengucapkan terlebih dahulu mengucapkan tabeq “tabik” yang artinya ia mohon maaf dengan sikapnya itu.
2.2.
TATAKRAMA BERSALAMAN
Deskripsi
mengenai tatakrama bersalaman dapat diuraikan berdasarkan uraian sebagai
berikut:
a. Orang yang Ditemani Bersalaman
Pada
dasarnya orang-orang yang ditemani bersalaman adalah orang-orang yang telah
dikenal, baik secara akrab maupun tidak. Pada umumnya tidak pernah tejadi
intraksi bersalaman denga orang yang tidak dikenal kecuali bersalaman dimasjid
setelah sholat berjama’ah, itupun hanya terjadi kalau ada tamu yang tidak
dikenal turut pula berjama’ah dimasjid itu atau pada tempat-tempat tertentu
seperti pada pesta perkawinan dan sebagainya.
Dilihat dari frekuensi bersalaman
maka yang paling sering bersalaman adalah antara anak dengan orangtuanya
kemudian ayah dan ibu, serta antara anak dan kakek/nenek dan paman atau bibinya.
Demikian pula terhadap teman atau sahabat yang lebih akrab.
b. Waktu Bersalaman
bagi
masyarakat Samawa tidak ada aturan mengenai waktu yang dilarang untuk
bersalaman begitu pula tidak ada waktu yang baik dan tidak baik untuk
bersalaman. Namun yang dianjurkan adalah setiap kali pertemuan awal atau akan
berpisah karena akan berangkat pergi hendaknya bersalaman. Misalnya seorang
anak akan berangkat atau pulang dari sekolah maka ia harus berpamitan dan
bersalaman dengan orangtuanya. Begitu pula seorang ibu atau ayah yang akan
berangkat atau pulang kerja hendaknya bersalaman dengan istri atau suamunya,
demikian pula ditempat tugas atau sekolah maka ia harus bersalaman dengan guru
dan teman sekolahnya atau teman sekerjanya sebagai tanda syukur dan selamat
atas perjumpaan mereka. Selain itu, ada pula
saat-saat tertentu yang banyak dilakukan untuk bersalaman seperti pada
waktu bersilaturrahmi di hari-hari lebaran, pesta perkawinan, melayat kerumah
duka, pada saat pergi atau pulang dari tanah suci.
c. Tempat Bersalaman
Dimana
tempat bersalaman? Masyarakat Samawa tidak mengenal aturan mengenai
tempat-tempat yang dianjurkan untuk bersalaman dan tempat-tempat yang dilarang
untuk bersalaman. Begitu pula tidak aturan yang mengatur tentang tempat-tempat
yang baik dan tidak baik untuk bersalaman.
Pada dasarnya mereka dapat
bersalaman dimana saja, hal itu tergantung pada tempat mereka bertemu. Apakah
dirumah, dipasar, dikantor, disekolah, dimesjid dan sebagainya yang penting itu
aman dan tidak mengganggu orang disekelilingnya.
d. Tatacara Bersalaman
Masyarakat
Samawa mengenal beberapa cara bersalaman yaitu bersalaman dengan satu tangan,
bersalaman dengan dua tangan dan bersalaman dengan disertai pelukan. Untuk
jelasnya tatacara bersalaman diuraikan sebagai berikut.
1. Bersalaman
dengan Satu Tangan
Bersalaman
dengan satu tangan merupakan cara bersalaman yang digunakan oleh sebagian besar
masyarakat Samawa. Tatacara bersalaman sepeti ini adalah menggunakan tangan
kanan, badan dibungkukkan sedikit dan diusahakan tersenyum agar menunjukkan
rasa senang terhadap orang yang ditemani bersalaman kemudian tangan kanan
diusahakan menyentuh dada sejenak.
2. Bersalaman
dengan Dua Tangan
Bersalaman
dengan dua tangan biasanya dilakukan oleh seorang anak rehadap orang tuanya.
Kakek/neneknya, paman/bibinya, kadang kala dilakukan oleh seorang yang
bersalaman dengan uztads/ulama dan orang-orang terhormat lainnya. Bersalaman dengan dua tangan ini tidak mutlak disambut dengan
dua tangan pula, pada umumnya hanya disambut dengan satu tangan yaitu dengan tangan kanan. Orang yang menggunakan dua tangan harus
membungkukkan badan sambil mencium tangan orang yang ditemani bersalaman dan
dihormati itu. Kalau yang disalami sementara duduk maka orang yang akan bersalaman
dengannya harus duduk berjongkok didepannya tidak boleh dengan cara berdiri.
3. Bersalaman
yang Disertai denga Berpelukkan
Bersalaman
dengan menggunakan cara ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan yang lebih dekat seperti antar anak dengan orang tuanya,
sesama saudaranya dan sepupunya. Cara ini tidak selamanya dilakukan kecuali
salah satu diantara mereka akan bepergian jauh (merantau) atau sebaliknya yaitu
salah seorang baru saja kembali dari perantauan tersebut.
Perlu
pula diketahui bahwa orang-orang yang yang bersalaman dengan cara ini pada
umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki jenis kelamin yang sama kecuali
antara anak dengan kedua orang tuanya dan cucu dengan nenek/kakeknya.
Perwujudan bersalaman dengan cara ini menunjukkan rasa haru karena kegembiraan
atau rasa haru karena berduka cita. Lumrah terjadi orang-orang itu meneteskan
air mata sebagai tanda haru.
2.3.
TATAKRAMA BERPAKAIAN DAN BERDANDAN
Uraian
mengenai cara berpakaian dan berdandan bagi masyarakat Samawa dapat dibedakan
atas cara berpakaian dan berdandan pada saat akan santai, bepergian dan ke
pesta. Cara berpakaian dan berdandan ini berbeda pula antara anak laki-laki dan
perempuan.
a. Cara Berpakaian dan Berdandan
pada Saat Santai
Santai
yang dimaksud dalam ini, yaitu suatu kegiatan istirahat baik didalam maupun
diluar rumah kegiatan ini biasanya dilakukan pada sore hari setelah mandi. Untuk anak laki-laki mengenakan pakaian
sehari-hari yang bersih dan rapi semua kancing baju harus dipasang kerah baju
harus dirapikan lipatannya. Rambut tidak boleh panjang (gondrong) dan disisir
rapi. Demikian pula dengan anak perempuan
mengenakan pakaian sehari-hari yang bersih dan rapi rambut biasanya
diikat atau dijepit dengan jepitan atau dengan bando. Muka diolesi sedikit
bedak dan diratakan. Saat akan keluar rumah harus menggunuakan sandal atau
sepatu.
b. Cara Berpakaian dan Berdandan
pada Saat Akan Bepergian
Anak
laki-laki mengenakan pakaian untuk bepergian yang bersih dan rapi ujung baju
bagian bawah sebaiknya dimasukkan pada lipatan celana dan memakai ikat pinggang
rambut disisir rapi yang sebelumnya dioleskan sedikit minyak rambut dan
mengenakan sepatu atau sandal. Bagi anak perempuan mengenakan pula pakaian
bepergian yang bersih dan rapi rambut disisir rapi dan diikat atau dijepit.
Muka dioles dengan sedikit bedak dan diratakan perhiasan yang dikenakan berupa
anting, gelang dan kalung serta mengenakan sepatu atau sandal. Selanjutnya laki-laki dewasa,
pakaian yang dikenakan adalah pakaian bepergian yang bersih dan rapi rambut
disisir yang sebelumnya diolesi minyak rambut mengenakan jam tangan dan kaca
mata bagi yang berusia lanjut serta menggunakan sandal atau sepatu. Sedangkan
wanita dewasa juga menggunakan pakaian bepergian yang bersih, rapi dan sopan.
c. Cara Berpakaian dan Berdandan pada
Saat Akan ke Pesta
untuk
laki-laki baik remaja maupun dewasa pakaian yang digunakan adalah pakaian pesta
yang rapi dan sopan, rambut disisir rapi yang kemudian memakai kopiah. Biasanya
menggunakan jam tangan dan cincin serta sepatu kalau mengenakan celana panjang
kadang kala memakai sandal apabila menggunakan sarung. Perempuan juga mengenakan pakaian
pesta yang bersih, rapi dan sopan, muka diriasi sedemikian rupa hingga nampak
cantik dan menawan bagian dan kepala ditutupi dengan kerudung atau menggunakan
jilbab. Selain itu juga mengenakan sepatu atau slop dan tas. Setelah
berada diacara pesta tidak boleh membetulkan pakaian yang mengakibatkan ada
bagian badan yang tidak pantas dilihat orang lain. akan tetapi, membetulkan
pakaian yang yang tidak mengakibatkan tampaknya bagian badan yang tidak pantas
dilihat orang lain, boleh saja membetulkan pakaian yang tidak mungkin dilakukan
sendiri, biasanya minta bantuan kepada anggota kerabat yang sama jenis
kelaminnya.
2.4.
TATAKRAMA BERBICARA
Tatakrama
berbicara pada masyarakat Samawa dapat diungkapkan berdasarkan tig hal pokok
yaitu pilihan kata yang tepat, intonasi suara dan sikap pada saat berbicara.
a. Pilihan Kata yang Tepat
dalam
hal berbicara penyebutan kata-kata yang tepat atau tidak tepat dapat memberikan
penilaian tentang sopan atau tidak sopannya seseorang. Misalnya seorang anak
ditanya oleh seseorang yang lebih tua: me
lako bapakmu ? “kemana bapaknya ?”, lalu anak itu mejawab no kaji toq “saya tidak tau”, maka anak
itu menunjukkan kesopanan berbicara dengan orang yang lebih tua darinya.
Dalam
hal memanggil seseorang untuk makan, utamanya ditujukan kepada tamu biasanya
digunakan kalimat silamo tu tama mangan
‘mari kita masuk makan’ kemudian baru ditujukan kepada anggota atau kerabat
dekatnya. Selanjutnya apabila tuan rumah sedang melangsungkan acara makan
tiba-tiba ada tamu yang datang, biasanya tuan rumah menyambut tamunya dengan
kalimat silamo tu tres tama ‘mari
kita langsung masuk kedalam’. Ucapan yang disampaikan pada saat
mengundang seperti mempersilahkan untuk mampir ke rumahnya dengan kalimat yang
penuh dengan arti kiasan. Misalnya,
silamo sia ngesar ko bale bede tu ana ‘ mari mampir ke rumah gubuk saya’
yang walaupun mungkin saja rumah yang mengundang itu menyerupai istana.
b. Intonasi Suara
Pada
saat berbicara seseorang harus memperhatikan siapa-siapa yang dihadapi
berbicara. Apakah itu anak-anak, remaja, dan orang tua ataukah orang yang
sebaya dengannya dan bagaimana status sosialnya. Hal ini sangat penting untuk
menentukan intonasi suara pada saat berbicara. Dalam masyarakat Samawa secara
garis besar dikenal tiga klasifikasi intonasi suara yaitu suara rendah/halus,
suara sedang, dan suara tinggi/kasar. Berbicara dengan suara rendah/halus
biasanya dilakukan oleh anak-anak apabila berbicara dengan orang tuanya atau
kepada orang yang dituakan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Berbicara dengan suara sedang
merupakan intonasi suara yang banyak digunakan dalam berkomunikasi antara
seluruh lapisan masyarakat baik antara anak-anak dan orang sebaya dengannya.
Berbicara
dengan suara tinggi biasanya dilakukan oleh seorang apabila sedang berteriak
atau membentak, berbicara dengan suara seperti ini adalah kurang sopan kecuali
kalau orang tua yang berteriak memanggil atau membentak anak-anaknya akan
tetapi, kalau berteriak atau membentak didepan
atau disaksikan oleh orang lain adalah termasuk kurang sopan.
c. Sikap pada Saat Berbicara
Seseorang
yang sedang berbicara kurang sopan kalau bertolak pinggang, apalagi kedua
tangan. Hal ini menunjukkan sikap sombong atau menganggap enteng orang yang
diajak berbicara. Akan tetapi hal ini akan biasa-biasa saja apabila orang tua
atau orang yang lebih tua bersikap
seperti itu sedangkan lawan bicaranya anak-anak. Menurut masyarakat Samawa sikap
yang sopan pada saat berbicara dalam keadaan berdiri yaitu kedua tangan dilipat
kebelakang punggung atau kedepan dekat perut.
Seorang
anak yang sedang berdiri tidak dibenarkan berbicara dengan orang tua atau orang
yang lebih tua yang sedang duduk. Sebaiknya anak itu harus terlebih dahulu
duduk dengan tenang dan sopan kemudian berbicara. Selama berbicara dengan orang
tua tersebut tidak boleh mengangguk atau menggelengkan kepala tetapi harus
dengan ucapan. Sebaliknya apabila orang tua mengangguk kepala terhadap anaknya
hal itu biasa-biasa saja.
2.5.
TATAKRAMA BERTEGUR SAPA
Tatakrama
bertegur sapa dalam masyarakat Samawa, dapat dipaparkan dengan menguraikan
jawaban dari beberapa pertanyaan: siapa saja yang ditegur sapa, kapan bertegur
sapa, dan bagaimana cara bertegur sapa untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.
a. Orang yang Ditegur Sapa
Setiap
orang dapat saj melakukan aksi tegur sapa kepada orang-orang yang dikenalnya.
Tetapi aksi tegur sapa itu lebih sering terjadi diantara orang-orang yang
persahabatannya telah terjalin akrab atau mereka yang ada didalam pertalian
kekerabatan yang dekat sekali. Misalnya antara anak dengan orang tuanya atau
kakek/neneknya, antara anak dengan paman/bibinya, antara seseorang dengan
anggota kerabatnya, sahabat/temannya, gurunya dan sebagainya. Seorang anak yang
serumah dengan orang tuanya atau neneknya tidak selamanya setiap hari harus
bertegur sapa. Akan tetapi biasanya bertegur sapa apabila tidak sengaja bertemu
diluar rumah atau ditempat lain. Tegur sapa ini terjadi sebagai manipestasi
dari nilai solidaritas, kereukunan, dan kekeluargaan dalam kehidupan
bermasyarakat.
b. Waktu dan Tempat Bertegur Sapa
Waktu
bertegur sapa tidak diatur dalam kehidupan masyarakat Samawa. Bertegur sapa
dapat saja dilakukan saja, tergantung pada saat pertemuannya apakah itu pagi,
siang, ataupun malamnya. Demikian pula tempat-tempat bertegur sapa juga
tergantung tempat atau lokasi dimana petemuannya. Apakah itu dirumah,
didipasar, dijalanan, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, seseorang dapat
saja bertegur sapa dengan orang yang dikenalnya dalam situasi dan kondisi
bagaimanapun juga. Kendati demikian seseorang dalam bertegur sapa harus metaati
tata cara yang berlaku dalam masyarakat.
c. Tata Cara bertegur sapa
Dalam
bertegur sapa biasanya usia yang lebih muda lebih dahulu menegur sapa kepada
yang lebih tua. Namun tidak menutup kemungkinan usia yang lebih tua dapat saj
lebih dahulu menegur sapa kepada orang yang usianya yang lebih muda. Seorang
anak apabila bertegur sapa dengan orang tuanya atau orang yang kebih tua, maka
harus terlebih dahulu mendekati orang tersebut kemudian menegur sapa. Kurang
sopan apabila dari kejauhan berteriak menegur sapa. Akan tetapi, apabila orang
tua atau orang yag lebih tua berteriak menegur sapa anaknya atau orang yang
lebih muda usianya, maka hal itu tidak menjadi masalah asalkan teriakannya itu
tidak mengundang perhatian dari banyak orang disekitarnya.
Bertegur
sapa biasanya didahului dengan kata-kata memberi salam dengan mengucapkan “
Assalumu’alaikum” yang disertai dengan berjabat tangan. Kemudian dilanjutkan
dengan dialog yang biasanya materi berkisar tentang keadaan keluarga, kejadian
dalam kapung yang lagi jadi pokok pembicaraan, pengalaman, dan lain sebagainya.
Apabila seseorang ditegur sapa oleh
anggota kerabatnya atau sahabatnya dan ternyata tidak disambut dengan baik maka
hal tersebut dianggap tidak sopan, selanjutnya apabila tegur sapa itu sama
sekali disambut, maka hal tersebut menjadi bahan gunjingan dalam masyaraktat
pelaku akan dicap sebagai orang sombong dan yang bersangkutan kurang mendapat
simpati dalam masyarakat.
2.6.
TATAKRAMA BERTAMU
Tatakrama
bertamu dalam masyarakat Samawa dapat diungkapkan dengan mempertikan tiga hal
pokok yaitu waktu bertamu, orang yang bertamu dan cara bertamu. Ketiga hal tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
a. Waktu Bertamu
Waktu
yang baik dan sopan untuk bertamu adalah diusahakan agar tidak mengganggu
kegiatan tuan rumah, baik pada saat bekeja, makan dan istirahat atau tidur.
Bertamu dengan tidak memperhatikan hal tersebut adalah kurang sopan. Akan
tetapi, apabila ada sesuatu hal yang sangat penting mendesak dan penting untuk
disampaikan hal tersebut tidak menjadi masalah. Sehubungan
dengtan tesebut, waktu yang baik untuk bertamu yaitu pada sore hari antara jam
16.00 s.d. 17.00 dan pada malam hari antara jam 19.00 s.d. 21.00 kecuali pada
hari minggu dapat saja bertamu pada pagi hari antara jam 08.00 s.d. 11.00.
b. Orang yang Bertamu
dalam
kehidupan masyarakat Samawa tidak ada larangan bagi orang yang tidak
dikenal yang berlaku dalam masyarakat.
Akan tetapi, sebaiknya ada orang lain menemani yang sudah mengenal dan dikenal
oleh tuan rumah. Seorang laki-laki dianggap kurang sopan apabila bertamu
kerumah perempuan yang dirumah itu tidak ada laki-laki (tidak termasuk
anak-anak), terlebih lagi pada malam hari. Akan tetapi hal itu tidak ada
masalah apabila ada hubungan kekerabatan yang dekat atau akrab.
Mengenai
jumlah orang yang akan bertamu pada semua sebuah rumah tidak diatur dalam
masyarakat Samawa. Berapapun jumlah orang yang akan bertamu semuanya diterima
dengan lapang dada oleh tuan rumah, sepanjang tamu tersebut mematuhi tatakrama
yang berlaku dalam masyarakat.
c. Tatacara Betamu
Sebelum
berkemas untuk bertamu, terlebih dahulu orang yang akan bertamu itu mengenakan
pakaian yang bersih dan rapi. Sewaktu tiba dirumah orang yang dimaksud terlebih
dahulu mengetuk pintu secara berlahan-lahan sebanyak 3 s.d. 5 kali ketukan. Hal
itu dapat diulang sampai 2 atau 3 kali ketukan. Tetapi apabila sudah mengetuk
pintu lebih dari tiga kali maka sebaiknya orang yang bermaksud bertamu itu
kembali pulang. Seandainya pada
saat bertamu orang yang dimaksud keluar menemui tamunya maka tamu harus
mengucapkan salam disertai jabat tangan. Kalau tamu tersebut terdiri atas
beberapa orang, maka sebaiknya hanya satu orang yang memberi salam tetapi
semuanya semuanya harus berjabat tangan. Selama
bertamu, tidak boleh mengeluarkan kata-kata atau berprilaku yang dapat
menyinggung perasaan tuan rumah. Misalnya mengatakan “kawa na pet pe” (kopinya
sangat pahit) atau dengan menampakkan perubahan ekspresi wajah kurang
menyenangkan karena kopi tersebut pahit. Pembicaraan
pada saat bertamu sebaiknya diarahkan pada maksud utamanya. Boleh saja
membicarakan hal-hal lain sebagai selingan atau pelengkap tapi tidak boleh
terlalu panjang dan membosankan kalau ada yang lucu dalam pembicaraan,
sebaiknya tidak tertawa terbahak-bahak. Akan tetapi kalau ada hubungan
kekerabatan yang lebih dekat maka hal tersebut biasa-biasa saja.
Setelah pembicaraan dan maksud bertamu telah
disampaikan secaraa jelas dan yang bertamu berkemas akan pulang maka harus
pamit dengan mengucapkan salam “Assalamu’alaikum” yang akan dijawab oleh tuan
rumah “Wa’alaikumussalam” kemudian tuan rumah harus mengantar tamunya sampai
kepintu pagar.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
a. Prilaku
tatakrama bersalaman dalam kehidupan masyarakat nampak sesuai dengan konsep
ideal tatakrama masyarakat Samawa. Kendati demikian frekuansi bersalaman
utamanya anak-anak terhadap orang tuanya agak kurang, jika dibandingkan dengan
yang seharusnya seperti dalam konsep idealnya tatakrama masyarakat Samawa.
b. Prilaku
tatakrama berpakaian dan berdandan juga nampak mengalami pergeseran dari konsep
ideal tatakrama masyarakat Samawa. Tetapi pergeseran itu dianggap wajar-wajar
saja dalam kehidupan masyarakat.
c. prilaku
tatakrama berbicara dalam masyarakat nampak sesuai dengan konsep ideal
tatakrama masyarakat Samawa. Kendati demikian sikap pada saat berbicara
terutama dihadapan orang tua kadang kala tidak sesuai dengan pola ideal yang
diharapkan karena mengarah pada hal yang kurang etis.
d. prilaku
bertegur sapa dalam masyarakat Samawa nampak sangat sesuai dengan konsep ideal
tatakrama dalam masyarakat baik yang terjadi didalam maupun diluar lingkungan
kerabat.
e. prilaku
bertamu dalam masyarakat Samawa nampak sangat sesuai dengan konsep ideal
tatakrama dalam masyarakat baik yang terjadi didalam maupun diluar lingkungan
kerabat.
3.2.
SARAN Berdasarkan
kenyataan yang terjadi pergeseran tatakrama dalam hubungan sosial kearah yang
kurang etis dalam kehidupan masyarakat Samawa, maka disarankan beberapa hal
sebagaiu berikut:
- keluarga
sebagai unit kesatuan sosial terkecil yang pertama dan utama dalam
pembinaan anak-anak, perlu ditingkatkan pemberdayaan dalam rangka
pembinaan tatakrama yang berpola dalam masyarakat
- perlu
adanya peran serta secara aktif dari tokoh-tokoh masyarakat pada umumnya
dalam rangka pembinaan tatakrama dalam kehidupan masyarakat yang berasal
dan sesuai dengan kebudayaan masyarakat Samawa
- perlu
adanya materi pelajaran tatakrama di SD dan SMP dalam rangka pembinaan dan
penanaman nilai tatakrama terhadap anak didik.
EmoticonEmoticon