PSIKOLOGI SASTRA
“TEORI MIMPI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hampir sepertiga bahkan lebih dari kehidupan manusia pada umumnya
dihabiskan untuk tidur. Jika usia rata-rata manusia 60 tahun, maka selama 20
tahun diisi dengan tidur. Waktu yang tidak sedikit bukan? Namun dengan tidur,
tidak berarti manusia melewati masa sia-sia karena tidur menjaga metabolisme
tubuh agar tetap stabil. Menurut hasil penelitian, setelah 72 jam tidak tidur,
akan menyebabkan gangguan psikotik.
Dengan tidur pula, kita dapat mengakses dunia yang memperantarai dua alam
(fenomena dan abstrak) melalui mimpi. Mimpi juga memiliki manfaat, pertama;
sebagai pemenuhan keinginan terlarang (Freud) misalnya: menonjok jidat pejabat
negara yang kita benci tanpa dipidanakan, dan jika beruntung, kita dapat
“berhubungan seksual” dengan artis idola dunia yang cantik atau ganteng. Kedua;
sebagai sumber ilmu maupun risalah kenabian (Ibn Arabi).
Dalam karya pertama yang sangat monumental, Interpretation of Dream, Freud
menjadikan mimpi sebagai obyek riset psikoanalisis untuk mengatasi
gangguan-gangguan neurosis pada pasiennya. Dengan karyanya ini, Freud mulai
diperhitungkan perannya dalam dunia psikologi. Tidak sedikit yang
dipengaruhinya, diantaranya C.G. Jung, Alfred Adler yang kemudian bergabung
dibawah naungan psikoanalisis Freud, meski tidak berlangsung lama. Bahkan, banyak
ahli psikoterapi yang menekankan pentingnya analisa mimpi.
Freud
percaya bahwa mimpi adalah manifestasi dari harapan yang muncul dari pikiran
alam bawah sadar yang sulit diakses kedalam alam sadar karena didalamnya
terdapat berbagai emosi, termasuk ketakutan terbesar dan keinginan-keinginan
yang bahkan tidak disadari karena ditekan oleh individu tersebut. Hal ini bisa
disebabkab karena norma-norma dalam komunitas yang melarangnya, ataupun karena
situasi yang tidak memungkinkan impuls-impuls tersebut termanifestasi. Maka,
impuls-impuls tersebut tersimpan dalam alam ketidaksadaran seseorang yang
akhirnya suatu waktu muncul di alam mimpi. Sama juga dengan mimpi buruk, tapi
kebalikannya. Dalam mimpi buruk yang muncul adalah hal-hal yang sama sekali
tidak diharapkan terjadi dialam sadar.
Freud
menggunakan mimpi sebagai salah satu metode untuk menangani gangguan psikologis
kliennya, yang disebut Analisis mimpi. Metode Analisis Mimpi dapat digunakan
untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa
hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan
oleh seseorang. Analisis mimpi ini dimaksudkan untuk memberi jalan untuk
mempermudah analisis psikologis terhadap neurosis (baca: gangguan jiwa).
Freudian
teori juga menyatakan bahwa mimpi membawa pesan. Alam bawah sadar tidak
berkomunikasi dengan kata-kata melainkan dengan simbol dan emosi melalui mimpi.
Beberapa mimpi memiliki pesan dan penafsiran yang jelas jika dilihat dari
pengalaman pribadi individu yang bermimpi. Mengenai hubungan mimpi dengan alam
sadar, Freud berpendapat bahwa apapun yang ditawarkan oleh mimpi, individu
mendapat materinya dari alam nyata.
Interpretasi
mimpi Freud tidak selalu empiris dan kontroversial, tapi terbukti teori ini
masih sangat populer. Oleh karenanya tulisan ini tidak bermaksud untuk menonjolkan kelebihan
satu tokoh diantarannya, namun lebih menekankan pada titik temu sekaligus
perbedaannya untuk mencari sinergi bagi lahirnya sebuah teori tentang mimpi
yang lebih utuh untuk pengembangan psikoterapi di masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI MIMPI
Teori Sigmund Freud tentang
mimpi merupakan sebuah pemahaman yang baru dalam hal pendekatan terhadap
analisis psikologi melalui mimpi tersebut. Mimpi yang dikatakan oleh Freud
adalah hal yang tidak berhubungan dengan hal mistis seperti ilham atau untuk
meramalkan masa depan. Mimpi adalah suatu manifestasi kenginan alam bawah sadar
yang direpresi dalam alam sadar. Mimpi, seperti yang menjadi kutipan terkenal
Freud, adalah jalan bebas hambatan menuju alam bawah sadar.
B. HAKIKAT MIMPI
Pada dasarnya hakikat mimpi
bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata.
Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa
dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan
menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang
diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan,
keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang
menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk
mimpi.
Analisis mimpi, digunakan
oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang
abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan, dan
berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali
tidak disadari. Sehingga metode analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap
pesan bawah sadar atau pemasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan,
kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang.
Ketika masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap maka untuk
penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah diselesaikan.
C. HUBUNGAN TEORI MIMPI DENGAN KARYA SASTRA
Freud menghubungkan karya
sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak
langsung. Mimpi seperti tulisan merupakan sistem tanda yang menunjuk pada
sesuatu yang berbeda, yaitu melalui tanda-tanda itu sendiri. Kebesaran penulis
dan hasil karyanya pada dasarnya terletak pada kualitas ketaksadaran tersebut.
Karya seni, seperti mimpi, bukan terjemahan langsung realitas. Oleh karenanya,
pemahaman terhadap eksistensinya harus dilakukan melalui interpretasi.
Perbedaan antara karya sastra dan mimpi adalah, karya sastra terdiri atas
bahasa yang bersifat linier, sedangkat mimpi terdiri atas tanda-tanda
figurative yang tumpang-tindih dan campur-aduk. Mimpi dalam sastra adalah
angan-angan halus (Endraswara, 2008:4) (dalam Minderop 2013:16-17).
Gagasan
Freud yang banyak dianut oleh beberapa permerhati psikologi sastra adalah teori
mimpi dan fantasi. Mimpi yang kerap dipandang sebagai kembang tidur, dalam
konsep Freud dianggap lain. Mimpi memiliki peranan khusus dalam studi psikologi
sastra. Inti pengamatan Freud terhadap sastra adalah bahwa sastra lahir dari
mimpi dan fantasi (Endraswara, 2008:200) (dalam Minderop 2013:17).
Menurut
Freud, kreasi seni merupakan alternatif, sebagai sublimasi dan kompensasi
kehidupan sehari-hari yang tak terpenuhi. Karya seni adalah rekaman
keistimewaan personal bukan kesadaran kolektif.
Freud telah
memberikan posisi penting pada mimpi dalam teori psikoanalisis dengan cara
mendengarkan ceritapara pasien tentang mimpi mereka. Dari metodi ini terdapat
persamaan-persamaan tertentu antara mimpi dan keadaan tidak sehat, misalnya
keadaan psikosis halusinasi yang
parah.
Mimpi
mempunyai dua isi: isi manifest dan
isi laten. Isi manifest adalah gambar-gambar
yang kita ingat ketika kita terjaga, dan muncul ke dalam pikiran kita ketika
kita mencoba mengingatnya. Isi laten yang oleh Freud disebut “pikiran-pikiran
mimpi” ialah sesuatu yang tersembunyi (pikiran tersembunyi) bagaikan sebuah
teks asli yang keadaannya primitifdan harus disusun kembali melalui gambar yang
sudah diputarbalikkan sebagaimana disajikan oleh mimpi manifest (Milner,
1992:27) (dalam Minderop, 2013:18)
Uraian
tentang mimpi tercakup dalam suatu proses atau pekerjaan mimpi yang disebut: figurasi, kondensasi, pemindahan, dan simbolisasi. Pertama, ermimpi merupakan
suatu cara terntentu agar hasrat kita terwujud dalam bentuk myata dan aktual.
Proses mimpi semacam ini disebut figurasi,
pikiran mimpi yang kerap kli difigurasikan dalam bentuk gambar atau
kata-kata. Kedua, dengan cara kondensasi,
menggabungkan beberapa pikiran tersembunyi atau menumpukkan beberapa pikiran
dalam satu imaji tunggal. Proses ini menghasilkan suatu lukisan yang berbeda
atau menciptakan suatu kontur umum. ketiga, mimpi tidak selalu selalu
berhubungan dengan pikiran laten, bahkan kadang-kadang mimpi sekedar rincian
yang tak berarti dan merupakan kebalikan pikiran tersembunyi. Dalam hal ini
mimpi merupakan pengalihan/pemindahan. Maksudnya, mimpi seakan-akan
hendak menghindar jejak dari usaha pelacakan dengan memindahkan tekanan mimpi
dari suatu titik ke titik lain yang berlawanan. Keempat, gambaran mimpi kerap
analogis, yang disebut Freud simbol.
Misalnya, raja atau ratu sering melambangkan orang tua si pemimpi, sedangkan
pangeran atau putrid adalah lambang diri pemimpi sendiri.
D. JENIS MIMPI
Freud mengenalkan satu jenis
mimpi yaitu mimpi kanak-kanak, dimana pada tahun-tahun berikutnya akan
ditemukan mimpi yang bertipe sama, bahkan pada orang dewasa, sehingga diharapkan
dapat memberikan informasi yang valid serta dapat digeneralisasi pada tahapan
berikutnya. Tekhnik tersebut lazim dilakukan oleh Freud, sebagaimana acuan
tahapan-tahapan psikoseksual dalam teori kepribadiannya.
Sedangkan Ibnu Arabi membagi
mimpi menjadi dua, yaitu:
Pertama: mimpi atau kesan-kesan yang berhubungan
dengan kejadian sehari-hari dari orang itu dan mengirimkannya ke ”mata batin”
dari hati yang merefleksikan dan membesarkan mereka seperti layaknya sebuah
cermin. Dengan cara inilah, mimpi biasa muncul sebagai asosiasi-asosiasi dari
pikiran-pikiran (ideas) dan kesan-kesan (images) yang menghubungkan diri mereka
sendiri dengan beberapa obyek syahwat.
Jika kita cermati, melihat manfaat jenis mimpi Ibnu Arabi tersebut ada kemiripan dengan teori Freud, meski ia tidak mengkategorikannya sebagai bagian jenis mimpi. Freud menyebutnya sebagai pemenuhan atau refleksi keinginan seseorang, baik berupa kesenangan, maupun sesuatu yang mengerikan (mimpi buruk) sekalipun. Baginya, hal itu terjadi karena adanya mimpi yang terdistorsi yang tidak memperlihatkan adanya pemenuhan keinginan yang jelas sehingga harus dicari terlebih dahulu dan diinterpretasikan. Kita juga mengetahui bahwa keinginan yang mendasari mimpi yang terdistorsi adalah keinginan-keinginan yang dilarang dan ditolak oleh penyensoran, sehingga eksistensi mereka menjadi penyebab distorsi dan merupakan motif campur tangan penyensoran.
Kedua: semacam arus yang mengalir namun tetap bersih, dimana dipancarkan obyek-obyek segala gambaran (mimpi simbolis-pen). Ibnu Arabi menyatakan bahwa walaupun mimpi-mimpi semacam itu dapat dipercaya, namun itu harus ditafsirkan karena hanya berupa simbol-simbol saja. Imajinasilah yang mensuplai simbol-simbol itu. Dan kita tidak harus mengambil simbol-simbol itu secara realitas. Ketika Nabi melihat susu di dalam mimpinya, ia hanya melihat simbol saja, kualitas di balakang air susu itu adalah “pengetahuan”.
Jika kita cermati, melihat manfaat jenis mimpi Ibnu Arabi tersebut ada kemiripan dengan teori Freud, meski ia tidak mengkategorikannya sebagai bagian jenis mimpi. Freud menyebutnya sebagai pemenuhan atau refleksi keinginan seseorang, baik berupa kesenangan, maupun sesuatu yang mengerikan (mimpi buruk) sekalipun. Baginya, hal itu terjadi karena adanya mimpi yang terdistorsi yang tidak memperlihatkan adanya pemenuhan keinginan yang jelas sehingga harus dicari terlebih dahulu dan diinterpretasikan. Kita juga mengetahui bahwa keinginan yang mendasari mimpi yang terdistorsi adalah keinginan-keinginan yang dilarang dan ditolak oleh penyensoran, sehingga eksistensi mereka menjadi penyebab distorsi dan merupakan motif campur tangan penyensoran.
Kedua: semacam arus yang mengalir namun tetap bersih, dimana dipancarkan obyek-obyek segala gambaran (mimpi simbolis-pen). Ibnu Arabi menyatakan bahwa walaupun mimpi-mimpi semacam itu dapat dipercaya, namun itu harus ditafsirkan karena hanya berupa simbol-simbol saja. Imajinasilah yang mensuplai simbol-simbol itu. Dan kita tidak harus mengambil simbol-simbol itu secara realitas. Ketika Nabi melihat susu di dalam mimpinya, ia hanya melihat simbol saja, kualitas di balakang air susu itu adalah “pengetahuan”.
Freud mengatakan bahwa
simbolisme merupakan bagian paling mengagumkan dalam teorinya. Karena dalam
beberapa kondisi, simbol memungkinkan kita menginterpretasikan mimpi tanpa
harus mengajukan pertanyaan pada orang yang mengalami mimpi yang kadang-kadang
malah tidak bisa memberitahukan apa-apa tentang simbol-simbol itu. Disini Freud
juga mencoba menyimpulkan beberapa hal mengenai simbolisme dalam mimpi.
Pertama: kita menentang pendapat bahwa orang yang
bermimpi merasa tidak mengetahui bahwa simbol-simbol berhubungan dengan
kehidupan dalam kondisi bangun.
Kedua: hubungan simbolik bukan sesuatu yang khas bagi
orang yang bermimpi, tapi ruang lingkup simbolisme sangat luas. Simbolisme
mimpi hanya bagian kecil saja. Ini berbeda dengan simbolisme pada mitos, dongeng
dan sebagainya.
Ketiga: simbolisme yang muncul di bidang lain ternyata
berhubungan dengan tema-tema seksual seperti dalam mimpi simbol-simbol yang
sama juga melambangkan obyek dan hubungan seksual, misalnya: simbol phallic
(alat kelamin) yang diinterpretasikan Jung sebagai unsur arketipe “mana”
(spiritual). Tapi bagi Freud dianggap sebagai alat kelamin yang sebenarnya.
Intinya, Freud seringkali mengkait-kaitkan simbolisme dalam mimpi sebagai organ
atau aktivitas seksual seperti; sepatu, sandal, dataran, kebun serta bunga
sebagai perlambang vagina, sementara dasi diartikan sebagai penis, dan bahan
dasi (linen) adalah lambang milik wanita. Sedangkan baju dan seragam
melambangkan ketelanjangan.
Keempat: simbolisme adalah faktor kedua dan faktor
independen dalam distorsi mimpi yang hidup berdampingan dengan penyensoran.
Adapun manfaat yang dapat
dipetik dari jenis mimpi ini adalah berupa; pengetahuan. Pemenang nobel, Loevi,
memimpikan sebuah eksperimen selama 3 malam. Pada malam pertama, ia membuat
catatan tapi tidak bisa menguraikannya kembali dan pada malam ketiga ia
terbangun melakukan eksperimen dan memecahkan penemuannya.
Ketiga: mimpi spiritual nonsimbolik, yaitu; mimpi-mimpi yang dapat dipercaya yang tidak ada simbolnya. Disini imajinasi tidak campur tangan. “Hati” langsung merefleksikan kesan-kesan spiritual (ma`ani ghaibiyah). Sebelum imajinasi dapat membaca makna simbolik apapun. Mimpi-mimpi jenis ini tidak memerlukan penafsiran, mereka adalah wahyu-wahyu dari yang riil itu sendiri. Dan mimpi-mimpi berhubungan dalam tiap rinci dengan segala sesuatu yang dilihat (kemudian) di dalam dunia luar. Dalam mimpi golongan ini terdapat wahyu (revelation) dan ilham, inspirasi yang keluar langsung dari jiwa individual.
Ketiga: mimpi spiritual nonsimbolik, yaitu; mimpi-mimpi yang dapat dipercaya yang tidak ada simbolnya. Disini imajinasi tidak campur tangan. “Hati” langsung merefleksikan kesan-kesan spiritual (ma`ani ghaibiyah). Sebelum imajinasi dapat membaca makna simbolik apapun. Mimpi-mimpi jenis ini tidak memerlukan penafsiran, mereka adalah wahyu-wahyu dari yang riil itu sendiri. Dan mimpi-mimpi berhubungan dalam tiap rinci dengan segala sesuatu yang dilihat (kemudian) di dalam dunia luar. Dalam mimpi golongan ini terdapat wahyu (revelation) dan ilham, inspirasi yang keluar langsung dari jiwa individual.
Karakteristik serta manfaat dari mimpi jenis
ini hanya dapat diperoleh oleh jiwa-jiwa yang telah menjalani penyucian hati
hingga mencapai tarafnya para wali atau para nabi. Kategori mimpi ketiga inilah
yang sama sekali tidak disinggung oleh Sigmund Freud dalam teorinya, bahkan
tidak mampu dijamah oleh C.G.Jung dalam klasifikasi teori mimpinya.
E. INTERPRETASI MIMPI
Freud memberikan dua teori
dalam interpretasi mimpi yaitu:
1.
Pemadatan (condensation)
2.
Pemindahan (displacemen)
Setiap mimpi selalu memiliki kedua karakteristik di atas. Kondensasi atau pemadatan
terjadi karena banyaknya image atau memori alam bawah sadar yang harus
diproyeksikan melalui mimpi, sehingga proyeksi image atau memori tumpang tindih
satu dan lainnya. Hal tersebut menjadikan mimpi kita menjadi absurd dan tidak
berplot. Artinya memori masa lalu kita mungkin bergabung dengan memori masa
sekarang sehingga terjadinya absurditas yang mungkin perlu lebih dalam untuk
mencari makna tersebut. Sedangkan
pemindahan adalah bahwa setiap mimpi memiliki esensi yang bukan esensi
utamanya artinya mimpi terpusat pada proyeksi lain yang mungkin proyeksi
tersebut adalah hal yang remeh, namun proyeksi tersebut adalah esensi atau tema
utama mimpi tersebut.
Contohnya kita bermimpi dikejar hantu, namun tema utama mimpi tersebut
bukanlah hantu tersebut namun hal yang berhubungan dengan proyeksi tersebut.
Mengenai makna dalam mimpi itu sendiri Freud menguraikan bahwa makna utama
dalam mimpi adalah pemenuhan keinginan (wish-fulfillmen) dari alam bawah sadar
yang kita represi.
Interprestasi mimpi (Dreams interpretation) atau
sering juga disebut dengan dream analisis adalah suatu bagian penting dalam
menganalisa prilaku dan kpribadian seseorang, termasuk bagian dalam melakukan
penanganan psikologis ususnya melalui pendekatan psikoanalisa.
Sigmund Freud, bapak
psikoanalisa, adalah seorang ahli yang mencoba secara sistematis mengkaji
permasalahan mimpi. Ia menggunakannya sebagai slah satu metode penting dalam
menangani klien yang memiliki permasalahan psikologis. Menurut Freud ada
hubungan yang kuat antara proses dan mimpi seseorang dengan kehidupannya,
apakah kehidupan masa lalu, masa kini atau harapan-harapannya (kehidupan masa
mendatang).
Materi yang membentuk sebuah
mimpi bisa berasal dari suatu pengalaman obyektif (memang terjadi) maupun
subyektif (hanya dirasakan individu tersebut) yang mungkin diredam sedemikian
rupa olehnya dan masuk kedalam bawah sadar yang bersangkutan. Kemudian
pengalaman tersebut direoroduksi kembali atau diingat kembali dalam proses
mimpi. Ini mencakup juga harapan tentang sesuatu yang diinginkan atau
didambakan untuk terjadi dimasa yang akan datang, diredam sedemikian rupa untuk
kemudian direproduksi dalam mimpi.
Menurut Sigmund Freud
stimulus dan sumber dari kemunculan sebuah mimpi ada 4, yaitu :
1.
External Sensory Stimuli.
2.
Internal (subjective) Sensory Excitation.
3.
Internal Organic Somatic Stimuli.
4.
Psychical Source of Stimulation.
Jika kita sederhanakan dari stimulus dan sumber tersebut bisa muncul dari
dalam diri individu tersebut seperti dorongan tertentu, Harapan dan
keinginan-keinginan atau yang bersifat eksternal yang biasanya berasal dari
pengalaman obyektif atau bisa juga karena rangsangan organ badan maupun kondisi
fisik.
Pembahasan freud tentang mimpi tidak terlepas dari pemahaman tentang
consciousness dan unconsciousness, yaitu
suatu pergulatan antara kondisi sadar dan bawah sadar. Menurut freud dalam pendekatan psikoanalis
kpribadian manusia sangat dipengaruhi oleh consciousness-nya. secara sederhana
dapat disebut bahwa segala kejadian dan perasaan yang tidak disukai atau tidak
menyenangkan akan diredam kedalam bawah sadar, namun ini adalah energi yang
memerlukan pelepasan yang salah satu way-out-nya adalah dalam bentuk mimpi.
demikian pula harapan yang yang tidak mungkin diungkapkan akan diredam dalam
bentuk mimpi.
Beberapa contoh interprestasi mimpi diantaranya adalah:
1.
Mimpi tentang topeng, berarti ada sesuatu yang hendak disembunyikn, Ia
merasakan suatu kesalahan kemudian ingin menutupinya.
2.
Mimpi tentang obat-obatan, adanya penghayatan terhadap rasa kesulitan dan
yang bersangkutan ingin keluar dari situasi sulit tersebut.
3.
Mimpi tentang rokok, memiliki makna tentang sesuatu kejayaan yang keliru,
merasa memiliki kejayaan namun sebenarnya tidak.
Masih cukup banyak simbol mimpi yang tidak mungkin diuraikan dalam hal
ini.namun, sebagai tambahan perlu ditambahakan mimpi yang berdimensi spiritual
atau memiliki makna keagamaan tertentu. misalnya di agama tertentu dipercaya,
untuk melakukan perjuangan untuk membela agamanya sehingga yang bersangkutan
tewas kemudian disambut oleh bidadari dari surga.
Analisa dan interpretasi mimpi sangat penting untuk menangani kasus
psikologi melalaui pendekatan psikoanalisis. Dalam pendekatan ini seseorang yang
memeiliki permasalahan psikologi akan dikaji segala mimpi yang ia alami,
kemudian ditelusuri dikaitkan dengan pengalamanya, kehidupan sehari-hari dan
harapan-harapannya. Sering kali mimpi juga merupakan simbolisasi dari
konflik-konflik yang tidak terselesaikan kemudian menimbulkan gangguan
psikologis tertentu. Melalui analisa dan interpretasi mimpi yang akurat akan
ditemukan akar permasalhan psikologisnya dan kemudian dapat dirancang suatu
bentuk penanganan psikologis yang komprehensif.
PENUTUP
Freud percaya bahwa mimpi adalah manifestasi dari harapan
yang muncul dari pikiran alam bawah sadar yang sulit diakses kedalam alam sadar
karena didalamnya terdapat berbagai emosi, termasuk ketakutan terbesar dan
keinginan-keinginan yang bahkan tidak disadari karena ditekan oleh individu
tersebut. Hal ini bisa disebabkab karena norma-norma dalam komunitas yang
melarangnya, ataupun karena situasi yang tidak memungkinkan impuls-impuls
tersebut termanifestasi. Maka, impuls-impuls tersebut tersimpan dalam alam
ketidaksadaran seseorang yang akhirnya suatu waktu muncul di alam mimpi. Sama
juga dengan mimpi buruk, tapi kebalikannya. Dalam mimpi buruk yang muncul
adalah hal-hal yang sama sekali tidak diharapkan terjadi dialam sadar.
Mimpi mempunyai dua isi: isi manifest dan isi laten. Interpretasi mimpi Freud tidak
selalu empiris dan kontroversial, tapi terbukti teori ini masih sangat populer.
Analisis mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya
bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar,
pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan, dan berbagai macam aktivitas emosi
lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode
analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau pemasalahan
terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak
disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika masalah-masalah alam bawah sadar
ini telah berhasil diungkap maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih
mudah diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Habahate.blogspot.com/2009/03/interpretasi-mimpi.html.
Intanpsikologi.wordpress.com/2009/12/10/analisis-mimpi-sigmund-freud.
Minderop, Albertine.2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Psikosufistik-online.blogspot.com/2015/04/analisis-mimpi.html.
Rizadinata.blogspot.com/2012/07/Sigmund-freud.teori-mimpi.
EmoticonEmoticon