MAKALAH
PSIKOLOGI SASTRA
“Psikolog"
KATA
PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Sastra.
Penyusun
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Sastra,
sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Psikologi Analitik menurut
Carl Gustav Jung yang terdapat dalam Psikologi Sastra, yang kami sajikan
berdasarkan sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya para mahasiswa Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Mataram, Mei 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI....................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................................... 2
2.1
Struktur Kepribadian............................................................................................ 2
2.2
Dinamika Kepribadian........................................................................................ 10
2.3
Perkembangan Psyche/ Kepribadian................................................................... 13
BAB
III KESIMPULAN.................................................................................................. 15
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori kepribadian dengan pendekatan psikologi analitis
dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Beliau diakui sebagai salah seorang ahli
psikologi yang terkemuka di abad ke-20. Pandangan Jung tentang kepribadian
adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat
kepribadian itu ke depan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan
dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi.
Karena orang hidup dibimbing oleh tujuan dan maupun sebab.
Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan
manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud, dalam
hidup ini hanya ada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting
sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan
dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan
untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang
kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik
kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah
leluhur.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
1.
Bagaimanakah struktur kepribadian menurut Carl Gustav
Jung ?
2.
Bagaimanakah bentuk dari dinamika kepribadian menurut
Carl Gustav Jung ?
3.
Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan pribadian menurut
Carl Gustav Jung ?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di sampaikan dalam makalah ini
adalah agar pembaca dapat mengetahui struktur, dinamika, dan tahap-tahap
perkembangan kepribadian.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Struktur Kepribadian
Kepribadian atau Psyche
adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan tingah laku, kesadaran
dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian
adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan
kepribadian, orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar
semua elemen kepribadian.
Seperti Freud, Jung juga mendasarkan teori kepribadiannya
pada asumsi bahwa fikiran atau Psike (Psyche), mempunyai level kesadaran dan
ketidaksadaran. Namun tidak seperti Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian
yang paling penting dari labirin ketidaksadaran seseorang bukan berasal dari
pengalaman personal, melainkan dari keberadaan manusia di masa lalu. Konsep ini
disebut Jung sebagai ketidaksadaran
kolektif. Pola penting dari teori Jung adalah kesadaran dan ketidaksadaran
personal.
1. Kesadaran
(Consciusness)
Kesadaran muncul pada awal kehidupan, bahkan mungkin sebelum
dilahirkan. Secara berangsur kesadaran bayi yang umum-kasar, menjadi semakin
spesifik ketika bayi tersebut mengenal manusia dan obyek di sekitarnya. Menurut
Jung, hasil pertama dari proses diferensiasi kesadaran itu adalah ego. Sebagai
organisasi kesadaran, ego berperan penting dalam menbentuk persepsi, fikiran,
perasaan dan ingatan yang bisa masuk kesadaran. Tanpa seleksi ego jiwa manusia
menjadi kacau karena terbanjiri oleh pengalaman yang bebas masuk ke kesadaran.
Dengan menyaring pengalaman, ego berusaha memelihara keutuhan dalam kepribadian
dan memberi orang perasaan kontinuitas dan identitas.
a.
Sikap
Jung mendefinisikan sikap sebagai
kecenderungan untuk berinteraksi atau bereaksi ke arah yang khas. Jung melihat
bahwa orang memiliki sikap yang terintrovesi sekaligus terekstraversi.
1)
Introversi
Introversi mengarahkan pribadi ke
pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam dan privat di mana
realita hadir dalam bentuk hadir pengamatan, cenderung menyendiri, pendiam atau
tidak marah bahkan anti social. Umumnya orang introvertif itu senang
introspektif dan sibuk dengan kehidupan internalnya sendiri.
2)
Ekstraversi
Berlawanan dengan introversi,
ekstraversi adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga
seseorang diorientasikan menuju sesuatu yang objektif dan menjauh dari sikap
yang subjektif. Orang yang ekstrover lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar mereka daripada dunia batin mereka sendiri. Sikap ini mengarahkan
pribadi kepengalaman objektif, memusatkan dunianya pada dunia luar alih-alih
berpikir mengenai persespsinya, cenderung berinteraksi dengan orang di
sekitarnya, aktif dan marah.
b.
Fungsi
Jung memaksudkan fungsi jiwa sebagai suatu bentuk aktivitas
kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda.
Jung membedakan empat fungsi pokok menjadi dua, yakni rasional dan irasional.
Rasional bekerja dengan penilaian: pikiran menilai benar-salah, dan perasaan
menilai atas dasar menyenangkan-tidak menyenangkan. Sedangkan irrasional semata
hanya mendapat pengamatan: pendirian mendapatkan pengamatan dengan
sadar-indriah, dan intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar-naluriah.
Keempat fungsi itu dimiliki oleh manusia, namun biasanya
hanya salah satu saja yang paling berkembang. Fungsi yang berkembang itu
merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir,
perasa, pengindra, dan intuitif.
1) Berpikir (Thinking)
Berpikir ialah intelektual logis yang menghasilkan rantai
ide-ide. Tipe berpikir bisa bersifat ekstrover atau introver, tergantung sikap
dasar seseorang. Orang yang berpikir secara ekstrover sangat mengandalkan
pikiran-pikiran konkret, namun mereka bisa juga menggunakan ide-ide abstrak
jika ide-ide ini dipancarkan kepada mereka dari luar.
Orang yang berpikir secara introver bereaksi terhadap
stimuli eksternal, namun interpretasi mereka mengenai suatu peristiwa lebih
diwarnai oleh makna internal yang mereka berikan kepada stimuli tersebut
daripada oleh fakta-fakta objektif itu sendiri.
2) Perasaan (Feeling)
Jung menggunakan istilah perasaan untuk menggambarkan proses
mengevaluasi suatu ide atau peristiwa. Fungsi perasaan harus dibedakan dari
emosi. Perasaan adalah pengevaluasian setiap aktivitas sadar, bahkan terhadap
hal-hal yang dinilai sebagai sesuatu yang tidak begitu disukai. Kebanyakan
evaluasi ini tidak memiliki kandungan emosi, namun mereka sanggup menjadi emosi
jika intensitasnya meningkat sampai ke titik penstimulasian perubahan-perubahan
fisiologis dalam diri seseorang.
3) Pengindraan (Sensing)
Fungsi yang menerima stimuli fisik dan mentransmisikannya ke
alam sadar perseptual disebut sensasi atau pengindaraan. Orang yang mengindera
secara ekstrover memahami stimuli eksternal secara objektif, kebanyakan sama
dengan stimuli yang eksis dalam realitas. Orang yang mengindera secara introver
sebagian besar terpengaruh oleh sensai-sensasi subjektif.
4) Pengintuisian (Intuiting)
Intuisi melibatkan persepsi yang melampaui kerja kesadaran.
Pengintuisian didasarkan pada serangkaian fakta yang menyediakan materi bagi
pikiran dan perasaan.
c.
Tipologi Jung (Gabungan Sikap dan
Fungsi)
Jung memakai kombinasi sikap dan fungsi untuk
mendeskripsikan tipe-tipe kepribadian manusia. Deskripsi masing-masing tipe itu
:
1. Introversi-Pikiran : Orang yang emosinya datar,
mengambil jarak dengan orang lain, cenderung menyenangi ide-ide abstrak
alih-alih menyenangi orang dan benda konkrit lainnya.
2. Ektraversi-Pikiran : Orang yang cenderung tampil
seperti tidak kenal orang, dingin atau angkuh, menekan fungsi perasaannya,
orang yang berprinsip kenyataan objektif, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga
mengharap orang lain seperti dirinya.
3. Introversi-Perasaan : Orang yang mengalami perasaan
emosional yang kuat tetapi menyembunyikan perasaan itu. Orang yang menilai
segala hal dengan memakai persepsi subjektif alih-alih fakta objektif,
mengabaikan pandangan dan keyakinan tradisional, pendiam, sederhana, tidak
dapat diduga.
4. Ekstraversi-Perasaan : Orang yang persaannya mudah berubah
begitu situasinya berubah. Emosional dan penuh perasaan tetapi juga senang
bergaul dan pamer. Mudah bergaul akrab dalam waktu yang pendek, mudah
menyesuaikan diri.
5. Introversi-Penginderaan : Cenderung terbenam dalam sensasi-sensasi
jiwanya sendiri, dan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak menarik. Orang
yang tampil kalem, bisa mengontrol diri tetapi membosankan.
6. Ekstroversi-Penginderaan : Orang yang realistik, praktis, dan keras
kepala. Menerima fakta apa adanya tanpa pikiran mendalam. Terkadang mereka juga
sensitif, menikmati cinta dan kegairahan.
7. Introversi-Intuisi : Terisolir dalam dunia
gambaran primordial yang mereka sendiri kadang tidak tahu maknanya. Mereka mungkin tidak mampu
berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Cenderung tidak praktis,
memahami fakta secara subjektif.
8. Ekstraversi-Intuisi : Orientasinya faktual tetapi
pemahamannya sangat dipengaruhi oleh intuisi, yang mungkin sekali bertentangan
dengan fakta itu.
d. Persona
Topeng, wajah yang ditunjukan orang kepada dunia dan dipakai
untuk menghadapi publik disebut persona. Hal ini mencerminkan persepsi
masyarakat mengenai peran yang harus di mainkan seseorang dalam hidupnya. Itu
juga yang mencerminkan harapan bagaimana seharusnya diri diamati orang lain.
Persona adalah kepribadian publik, aspek-aspek pribadi yang ditunjukan kepada
dunia, atau pendapat publik mengenai diri individu sebagai lawan dari
kepribadian private yang berada dibalik wajah social.
Persona ialah sisi kepribadian yang ingin ditunjukkan
manusia kepada dunia. Persona merupakan kompromi antara individu dan
masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar
mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Bila orang dapat menyesuaikan diri
ke dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan selubung yang
elastis, yang dapat dengan lancar digunakan. Sebaliknya, jika penyesuaian itu
tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku untuk menyembunyikan
kelemahannya.
2. Ketidaksadaran
Ketidaksadaran
sebagai suatu lapisan psikologi yang mempengaruhi perasaan, pikiran dan
tindakan manusia. Menurut Jung ketidaksadaran punya dua lapisan yaitu sebagai
berikut.
a.
Ketidaksadaran Personal
Pengalaman yang tidak disetujui oleh ego untuk muncul ke sadar
tidak hilang, tetapi di simpan dalam persoanal unconscious, sehingga tak sadar
pribadi berisi pengalam yang ditekan, dilupakan dan yang gagal menimbulkan
pesan sadar. Bagian terbesar dari isi tak sadar pribadi mudah dimunculkan ke
kesadaran, yakni ingatan siap yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan ke
kesadaran. Di dalam tak sadar pribadi, sekelompok idea (perasaan-perasaan,
fikiran-fikiran, persepsi-persepsi, ingatan-ingatan) mungkin mengorganisir diri
menjadi satu, disebut kompleks. Sebuah kompleks merupakan akumulasi dari
kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan. Sebagai contoh, pengalaman
seseorang dengan ibunya akan terkumpul sebuah pusat emosi sehingga bahkan kata
“ibu” akan memicu respon emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya.
b.
Ketidaksadaran Kolektif
Tak sadar
kolektif adalah gudang ingatan laten yang diwariskan oleh leluhur, baik leluhur
dalam wujud manusia maupun leluhur pramanusia/ binatang (ingat teori evolusi
Darwin). Ingatan yang diwariskan pengalaman-pengalaman umum yang terus menerus
berulang lintas generasi. Namun, yang diwariskan itu bukanlah memori atau
pikiran spesifik, tetapi lebih sebagai predisposisi (kecenderungan untuk
bertindak) atau potensi untuk memikirkan sesuatu. Adanya prediposisi membuat
orang menjadi peka, dan mudah membentuk kecenderungan tertentu, walaupun tetap
membutuhkan pengalaman belajar melalui pengalamannya. Proses yang sama terjadi
pada kecenderungan rasa takut ular dan kegelapan, menyayangi anak, serta
keyakinan adanya tuhan.
Tak sadar
kolektif merupakan fondasi ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur
kepribadian yang di atasnya dibangun ego, tak sadar pribadi, dan pengalaman
individu. Jadi, apa yang dipelajari dari pengalaman subtansial dipengaruhi tak
sadar kolektif yang menyeleksi dan mengarahkan tingkah laku sejak bayi. Bentuk
dunia yang dilahirkan telah dihadirkan dalam dirinya, dan gambaran yang ada di
dalam itu mempengaruhi pilihan-pilihan pengalaman secara tak sadar. Yang paling
penting dari tak sadar kolektif adalah arsetip, yang dapat muncul ke kesadaran
dalam wujud simbolisasi.
1) Simpton dan Kompleks
Kedua hal ini masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala
dorongan” dari jalannya energi yang normal, yang dapat berbentuk symptom
kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya yang memberitahu bahwa
ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, sehingga perlu perluasan ke alam bawah
sadar.
Kompleks adalah sekelompok idea (perasaan-perasaan,
pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan ingatan-ingatan) yang mungkin
mengorganisasi atau konstelasi menjadi satu yang terdapat dalam ketidak sadaran
pribadi. Komplek memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau
mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke arahnya, sehingga inti itu dipakai
untuk menamai kompleks itu. Inti dan unsur yang terkait dengannya bersifat tak
sadar, tetapi kaitan-kaitan tersebut dapat dan sering menjadi sadar. Contoh
penilaian terhadap diri sendiri yang kurang mempunyai kemampuan, kurang
menarik, kurang berbakat, disbandingkan orang lain.
2) Mimpi, Fantasi, dan Khayalan
Mimpi memiliki hukum dan bahasa sendiri. Di dalam
mimpi, soal-soal sebab-akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya
bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Bagi Jung,
mimpi memiliki fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari
konflik. Mimpi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif.
Selain mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk
manifestasi ketidaksadaran.
3)
Arsetipe
(Archetype)
Arsetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal
yang mengandung unsur emosi yang besar. Arsetip adalah bentuk tampa isi yang
mewakili atau melambangkan peluang munculnya jenis persepsi dan aksi tertentu.
Arsetip yang muncul pada pengalaman awal manusia membentuk pusat kompleks yang
mampu menyerap pengalaman lain padanya. Arsetip (kekuatan) misalnya; panjang
sejarah manusia telah dihadapkan dengan kekuatan alam yang dahsyat, arus
sungai, air terjun, banjir, badai, petir, kebakaran hutan, gempa bumi, dan
lain-lain.
-
Anima
dan Animus
Manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks
laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita. Pada tingkat
psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung
mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita
dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima,
arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus.
-
Bayang-bayang (shadow)
Bayang-bayang mencerminkan sisi
binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe ,bayang-bayang melahirkan dalam
diri kita konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan
keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.
-
Diri (Self)
Arkhetipe yang mencerminkan
perjuangan manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titik
pusat kepribadian. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan
kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
-
Simbolisasi
Symbol adalah tanda yang tampak yang mewakili hal lain atau
yang tidak tampak. Arketip yang tertanam dalam tak sadar kolektif hanya dapat
mengekspresikan diri melalui symbol-simbol. Hanya dengan menginterprestasi
symbol-simbol ini, yang muncul dalam mimpi, fantasi, penampakan (vision),
mythe, seni, dll.
B. Dinamika Kepribadian
Menurut Jung, struktur psyche itu tidak statis melainkan
dinamis, senantiasa bergerak terus-menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi
psikis yang disebutnya sebagai libido. Pengertian libido di sini dipergunakan
seperti energi dalam ilmu alam, jadi sebagai abstraksi yang menyatakan
relasi-relasi dinamis.
1.
Hukum atau Prinsip Psyche
a. Hukum Pasangan
Berlawanan
Psyche (kepribadian) adalah suatu sistem energi yang
tertutup, namun tidak sempurna. Hal ini karena energi dari sumber di luarnya
dapat masuk atau ditambahkan ke sistem ini. Kenyataan bahwa psyche
adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau dimodifikasi oleh sumber-sumber dari
luar berarti bahwa psyche tidak pernah mencapai stabilitas yang
sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitas nisbi, hanya untuk sementara.
Psyche dinyatakan sebagai sistem energi yang tertutup
karena psyche memiliki prinsip mengatur diri sendiri, yang berlangsung
atas dasar hukum-hukum tertentu. Hukum pokoknya adalah hukum kebalikan atau
lebih tepatnya hukum berlawanan, tidak ada suatu sistem yang mengatur diri
sendiri tanpa kebalikan.
Sebelumnya telah ditemukan hukum psikologis seperti ini, yang
disebut enantiodromia yang berarti segala sesuatu pada suatu kali akan berubah
menjadi kebalikan atau lawannya. Contohnya ialah perubahan dari siang menjadi
malam.
b. Prinsip Ekuivalens
Prinsip yang mengatur energi psikis itu juga “analog” dengan
prinsip-prinsip yang mengatur energi-energi dalam ilmu alam. Prinsip ini analog
dengan hukum penyimpanan energi dalam thermodinamika, yang mengatakan bahwa
sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai
itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai
baru. Jadi, dalam seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya
distribusinya yang berubah-ubah.
c.
Prinsip Entropi
Hukum ini menyatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan
panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepaqda
yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip ini menghasilkan keseimbangan kekuatan.
Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu
distribusi energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan.
2.
Arah dan Intensitas Energi
Gerak energi memiliki arah, arah gerak ini dibedakan
menjadi gerak progresif dan gerak agresif. Progresi ialah gerak ke kesadaran
dan berbentuk proses penyesuaian yang melibatkan aliran maju energi psikis.
Sedangkan gerak regresif terjadi bila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar
dan kerenanyalah ketidaksadaran terbangunkan, terjadilah penumpukan energi yang
berat sebelah dan berakibat isi-isi ketidaksadaran menjadi terlalu penuh energi
dan kekuatannya bertambah besar.
Dari ketegangan itu, nampak bahwa progresi memiliki
nilai positif dan regresi memiliki nilai negatif. Namun menurut Jung, regresi
juga punya nilai positif: bila progresi terjadi atas dasar keharusan
penyesuaian terhadap dunia luar, maka regresi itu terjadi atas keharusan
penyesuaian ke dalam, jadi penyesuaian dengan hukum batin sendiri.
Progresi dan regresi hanya fase dalam bekerjanya energi.
Regresi merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam individu,
sekaligus sebagai jalan untuk memperkaya jiwa, dengan memanggil
gambaran-gambaran yang ada dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran.
3.
Interaksi Antara Aspek-aspek Psyche atau Kepribadian
Keempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa
serta berbagai sistem yang membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu
sama lain dalam tiga cara, yaitu:
a. Sesuatu sistem atau
aspek mengompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan-pasangan berlawanan
dsan dengan mudah dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa. Orang
yang pikirannya berkembang namun perasaanya tidak berkembang akan menimbulkan
ketegangan yang mengganggu keseimbangan jiwa dan menuntut kompensasi, begitu
pun sebaliknya. Kompensasi dapat dipenuhi misalnya dengan mimpi atau fantasi.
b.
Sesuatu sistem atau aspek menentang sistem atau aspek yang lain.
Pertentangan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian,
antara pikiran dan perasaan, antara intuisi dan pendriaan, antara persona dan
anima atau animus. Pasangan yang telah disebutkan selalu saling berlawanan,
berhubungan secara komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan
psyche atau kepribadian selalu bersifat dinamis.
c.
Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesis.
Aspek-aspek yang disebutkan di atas tidak selamanya
bertentangan, melainkan juga dapat saling menarik atau mengadakan integrasi
atau sintesis. Persatuan yang saling berlawanan ini oleh Jung dinilai
disebabkan oleh adanya transcedent function, yang memiliki kemampuan
untuk mempersatukan segala kecenderungan yang saling berlawanan dan mengolahnya
menjadi kesatuan yang sempurna dan ideal.
C. Perkembangan Psyche atau
Kepribadian
Jung meyakini bahwa kepribadian berkembang lewat
serangkaian tahapan yang memuncak pada individualisasi atau realisasi diri
(Robert, et al, 1979 : 31). Jung mengelompokkan tahap hidup menjadi empat
bagian yaitu sebagai berikut.
1.
Masa Kanak-kanak
Masa kanak-kanak oleh Jung dibagi menjadi tiga bagian
yaitu anarkis (0-6 tahun), monarkis (6-8 tahun), dan dualistis (8-12 tahun).
Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khas dan sporadis. Pengalaman masa
anarkis kadang memasuki kesadaran sebagai imaji-imaji primitif, tidak sanggup
diverbalkan secara akurat.
Fase monarkis dicirikan oleh perkembangan ego dan
permulaan pemikiran logis dan verbal. Selama waktu ini anak-anak mulai melihat
diri mereka secara objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang
ketiga. Sedangkan pada masa dualistis, anak-anak mulai menyebut diri mereka
dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka sebagai
individu yang berbeda.
2. Masa Muda
Periode dari masa pubertas ke paruh baya disebut masa
muda. Anak muda berjuang meraih kemandirian psikis dan fisik dari orang tua
mereka, menemukan belahan jiwanya, membentuk keluarga, dan merebut sebuah
tempat di panggung dunia ini.
Menurut Jung, masa muda seharusnya merupakan sebuah
periode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya pemahaman dan
kesadaran bahwa era kanak-kanak yang bebas dari masalah tidak akan kembali
lagi. Kesulitan utama yang dihadapi di masa ini ialah menaklukkan kecenderungan
alamiah untuk mengandalkan kesadaran sempit masa kanak-kanak agar terhindar
dari masalah-masalah yang terus mengganggu seumur hidup.
3. Masa Paruh Baya
Jung berpendapat, usia paruh baya ialah 35 hingga 40
tahun. Meskipun di usia ini dapat menghadapkan orang-orang paruh baya kepada
peningkatan kecemasan, namun hidup paruh baya juga menjadi periode potensial
yang menakjubkan. Jika orang-orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai sosial
dan moral dari hidup mereka sebelumnya, maka mereka menjadi sangat kolot dan
fanatik dalam upayanya mempertahankan daya fisik dan ketangkasan mereka. Ketika
menemukan bahwa ideal mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh
rasa putus asa untuk mempertahankan daya tarik fisik dan ketangkasan mereka.
4. Usia Senja
Seiring dengan senja kehidupan yang semakin mendekat,
manusia mengalami penyusutan kesadaran. Jika di kehidupan sebelumnya manusia
takut pada kehidupan, maka di masa ini dan selanjutnya mereka takut pada
kematian. Rasa takut pada kematian adalah tujuan hidup di mana hidup hanya
dapat dipenuhi saat kematian dilihat dalam terang ini.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Struktur
kepribadian
Kepribadian
atau Psyche adalah mencakup
keseluruhan fikiran, perasaan dan tingah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian
membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau
berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus
berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian.
a. Kesadaran
-
Sikap
-
Fungsi
-
Tipologi
Jung
-
Persona
b. Ketidaksadaran
-
Ketidaksadaran
personal
-
Ketidaksadaran
kolektif
2.
Dinamika
kepribadian
a. Hukum atau prinsip psyche
b. Arah dan interaksi energy
c. Interaksi antara aspek-aspek psyche
3.
Perkembangan
psyche
a. Masa kanak
b. Masa muda
c. Masa paruh baya
d. Masa usia senja
B. Saran
Adapun kesalahan yang didapati dalam
pembuatan makalah ini mohon dimaklumi karena masih dalam tahap belajar. Serta
diharapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun agar penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi
DAFTAR
PUSTAKA
Awilson.
2014. Psikologi Kepribadian. Malang:
UMM Press
EmoticonEmoticon