Monday, September 25, 2017

PSIKOLOG

MAKALAH PSIKOLOGI SASTRA
“Psikolog"
                                      
                                      


     




KATA PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun  mampu menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Psikologi Sastra.
Penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Sastra, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Psikologi Analitik menurut Carl Gustav Jung yang terdapat dalam Psikologi Sastra, yang kami sajikan berdasarkan sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.

Mataram,    Mei  2016
Penyusun







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 2
2.1 Struktur Kepribadian............................................................................................ 2
2.2 Dinamika Kepribadian........................................................................................ 10
2.3 Perkembangan Psyche/ Kepribadian................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Teori kepribadian dengan pendekatan psikologi analitis dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Beliau diakui sebagai salah seorang ahli psikologi yang terkemuka di abad ke-20. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke depan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Karena orang hidup dibimbing oleh tujuan dan maupun sebab.
Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur.
B.        Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
1.      Bagaimanakah struktur kepribadian menurut Carl Gustav Jung ?
2.      Bagaimanakah bentuk dari dinamika kepribadian menurut Carl Gustav Jung ?
3.      Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan pribadian menurut Carl Gustav Jung ?
C.       Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di sampaikan dalam makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui struktur, dinamika, dan tahap-tahap perkembangan kepribadian.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Struktur Kepribadian
Kepribadian atau Psyche adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan tingah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian.
Seperti Freud, Jung juga mendasarkan teori kepribadiannya pada asumsi bahwa fikiran atau Psike (Psyche), mempunyai level kesadaran dan ketidaksadaran. Namun tidak seperti Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian yang paling penting dari labirin ketidaksadaran seseorang bukan berasal dari pengalaman personal, melainkan dari keberadaan manusia di masa lalu. Konsep ini disebut Jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Pola penting dari teori Jung adalah kesadaran dan ketidaksadaran personal.
1.      Kesadaran (Consciusness)
Kesadaran muncul pada awal kehidupan, bahkan mungkin sebelum dilahirkan. Secara berangsur kesadaran bayi yang umum-kasar, menjadi semakin spesifik ketika bayi tersebut mengenal manusia dan obyek di sekitarnya. Menurut Jung, hasil pertama dari proses diferensiasi kesadaran itu adalah ego. Sebagai organisasi kesadaran, ego berperan penting dalam menbentuk persepsi, fikiran, perasaan dan ingatan yang bisa masuk kesadaran. Tanpa seleksi ego jiwa manusia menjadi kacau karena terbanjiri oleh pengalaman yang bebas masuk ke kesadaran. Dengan menyaring pengalaman, ego berusaha memelihara keutuhan dalam kepribadian dan memberi orang perasaan kontinuitas dan identitas.

a.      Sikap
Jung mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk berinteraksi atau bereaksi ke arah yang khas. Jung melihat bahwa orang memiliki sikap yang terintrovesi sekaligus terekstraversi.
1)            Introversi
Introversi mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam dan privat di mana realita hadir dalam bentuk hadir pengamatan, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak marah bahkan anti social. Umumnya orang introvertif itu senang introspektif dan sibuk dengan kehidupan internalnya sendiri.
2)            Ekstraversi
Berlawanan dengan introversi, ekstraversi adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga seseorang diorientasikan menuju sesuatu yang objektif dan menjauh dari sikap yang subjektif. Orang yang ekstrover lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka daripada dunia batin mereka sendiri. Sikap ini mengarahkan pribadi kepengalaman objektif, memusatkan dunianya pada dunia luar alih-alih berpikir mengenai persespsinya, cenderung berinteraksi dengan orang di sekitarnya, aktif dan marah.
b.      Fungsi
Jung memaksudkan fungsi jiwa sebagai suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi pokok menjadi dua, yakni rasional dan irasional. Rasional bekerja dengan penilaian: pikiran menilai benar-salah, dan perasaan menilai atas dasar menyenangkan-tidak menyenangkan. Sedangkan irrasional semata hanya mendapat pengamatan: pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar-indriah, dan intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar-naluriah.
Keempat fungsi itu dimiliki oleh manusia, namun biasanya hanya salah satu saja yang paling berkembang. Fungsi yang berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir, perasa, pengindra, dan intuitif.
1)      Berpikir (Thinking)
Berpikir ialah intelektual logis yang menghasilkan rantai ide-ide. Tipe berpikir bisa bersifat ekstrover atau introver, tergantung sikap dasar seseorang. Orang yang berpikir secara ekstrover sangat mengandalkan pikiran-pikiran konkret, namun mereka bisa juga menggunakan ide-ide abstrak jika ide-ide ini dipancarkan kepada mereka dari luar.
Orang yang berpikir secara introver bereaksi terhadap stimuli eksternal, namun interpretasi mereka mengenai suatu peristiwa lebih diwarnai oleh makna internal yang mereka berikan kepada stimuli tersebut daripada oleh fakta-fakta objektif itu sendiri.
2)      Perasaan (Feeling)
Jung menggunakan istilah perasaan untuk menggambarkan proses mengevaluasi suatu ide atau peristiwa. Fungsi perasaan harus dibedakan dari emosi. Perasaan adalah pengevaluasian setiap aktivitas sadar, bahkan terhadap hal-hal yang dinilai sebagai sesuatu yang tidak begitu disukai. Kebanyakan evaluasi ini tidak memiliki kandungan emosi, namun mereka sanggup menjadi emosi jika intensitasnya meningkat sampai ke titik penstimulasian perubahan-perubahan fisiologis dalam diri seseorang.
3)      Pengindraan (Sensing)
Fungsi yang menerima stimuli fisik dan mentransmisikannya ke alam sadar perseptual disebut sensasi atau pengindaraan. Orang yang mengindera secara ekstrover memahami stimuli eksternal secara objektif, kebanyakan sama dengan stimuli yang eksis dalam realitas. Orang yang mengindera secara introver sebagian besar terpengaruh oleh sensai-sensasi subjektif.
4)      Pengintuisian (Intuiting)
Intuisi melibatkan persepsi yang melampaui kerja kesadaran. Pengintuisian didasarkan pada serangkaian fakta yang menyediakan materi bagi pikiran dan perasaan.
c.       Tipologi Jung (Gabungan Sikap dan Fungsi)
Jung memakai kombinasi sikap dan fungsi untuk mendeskripsikan tipe-tipe kepribadian manusia. Deskripsi masing-masing tipe itu :
1.  Introversi-Pikiran                 : Orang yang emosinya datar, mengambil jarak dengan orang lain, cenderung menyenangi ide-ide abstrak alih-alih menyenangi orang dan benda konkrit lainnya.
2.   Ektraversi-Pikiran               : Orang yang cenderung tampil seperti tidak kenal orang, dingin atau angkuh, menekan fungsi perasaannya, orang yang berprinsip kenyataan objektif, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga mengharap orang lain seperti dirinya.
3.  Introversi-Perasaan              : Orang yang mengalami perasaan emosional yang kuat tetapi menyembunyikan perasaan itu. Orang yang menilai segala hal dengan memakai persepsi subjektif alih-alih fakta objektif, mengabaikan pandangan dan keyakinan tradisional, pendiam, sederhana, tidak dapat diduga.
4.  Ekstraversi-Perasaan            : Orang yang persaannya mudah berubah begitu situasinya berubah. Emosional dan penuh perasaan tetapi juga senang bergaul dan pamer. Mudah bergaul akrab dalam waktu yang pendek, mudah menyesuaikan diri.
5.  Introversi-Penginderaan      : Cenderung terbenam dalam sensasi-sensasi jiwanya sendiri, dan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak menarik. Orang yang tampil kalem, bisa mengontrol diri tetapi membosankan.
6.  Ekstroversi-Penginderaan    : Orang yang realistik, praktis, dan keras kepala. Menerima fakta apa adanya tanpa pikiran mendalam. Terkadang mereka juga sensitif, menikmati cinta dan kegairahan.
7.  Introversi-Intuisi                  : Terisolir dalam dunia gambaran primordial yang mereka sendiri kadang tidak  tahu maknanya. Mereka mungkin tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Cenderung tidak praktis, memahami fakta secara subjektif.
8.   Ekstraversi-Intuisi              : Orientasinya faktual tetapi pemahamannya sangat dipengaruhi oleh intuisi, yang mungkin sekali bertentangan dengan fakta itu.
d. Persona
Topeng, wajah yang ditunjukan orang kepada dunia dan dipakai untuk menghadapi publik disebut persona. Hal ini mencerminkan persepsi masyarakat mengenai peran yang harus di mainkan seseorang dalam hidupnya. Itu juga yang mencerminkan harapan bagaimana seharusnya diri diamati orang lain. Persona adalah kepribadian publik, aspek-aspek pribadi yang ditunjukan kepada dunia, atau pendapat publik mengenai diri individu sebagai lawan dari kepribadian private yang berada dibalik wajah social.
Persona ialah sisi kepribadian yang ingin ditunjukkan manusia kepada dunia. Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Bila orang dapat menyesuaikan diri ke dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan selubung yang elastis, yang dapat dengan lancar digunakan. Sebaliknya, jika penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku untuk menyembunyikan kelemahannya.  
2.      Ketidaksadaran
Ketidaksadaran sebagai suatu lapisan psikologi yang mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan manusia. Menurut Jung ketidaksadaran punya dua lapisan yaitu sebagai berikut.
a.      Ketidaksadaran Personal
Pengalaman yang tidak disetujui oleh ego untuk muncul ke sadar tidak hilang, tetapi di simpan dalam persoanal unconscious, sehingga tak sadar pribadi berisi pengalam yang ditekan, dilupakan dan yang gagal menimbulkan pesan sadar. Bagian terbesar dari isi tak sadar pribadi mudah dimunculkan ke kesadaran, yakni ingatan siap yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan ke kesadaran. Di dalam tak sadar pribadi, sekelompok idea (perasaan-perasaan, fikiran-fikiran, persepsi-persepsi, ingatan-ingatan) mungkin mengorganisir diri menjadi satu, disebut kompleks. Sebuah kompleks merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan. Sebagai contoh, pengalaman seseorang dengan ibunya akan terkumpul sebuah pusat emosi sehingga bahkan kata “ibu” akan memicu respon emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya.
b.      Ketidaksadaran Kolektif
Tak sadar kolektif adalah gudang ingatan laten yang diwariskan oleh leluhur, baik leluhur dalam wujud manusia maupun leluhur pramanusia/ binatang (ingat teori evolusi Darwin). Ingatan yang diwariskan pengalaman-pengalaman umum yang terus menerus berulang lintas generasi. Namun, yang diwariskan itu bukanlah memori atau pikiran spesifik, tetapi lebih sebagai predisposisi (kecenderungan untuk bertindak) atau potensi untuk memikirkan sesuatu. Adanya prediposisi membuat orang menjadi peka, dan mudah membentuk kecenderungan tertentu, walaupun tetap membutuhkan pengalaman belajar melalui pengalamannya. Proses yang sama terjadi pada kecenderungan rasa takut ular dan kegelapan, menyayangi anak, serta keyakinan adanya tuhan.
Tak sadar kolektif merupakan fondasi ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur kepribadian yang di atasnya dibangun ego, tak sadar pribadi, dan pengalaman individu. Jadi, apa yang dipelajari dari pengalaman subtansial dipengaruhi tak sadar kolektif yang menyeleksi dan mengarahkan tingkah laku sejak bayi. Bentuk dunia yang dilahirkan telah dihadirkan dalam dirinya, dan gambaran yang ada di dalam itu mempengaruhi pilihan-pilihan pengalaman secara tak sadar. Yang paling penting dari tak sadar kolektif adalah arsetip, yang dapat muncul ke kesadaran dalam wujud simbolisasi.
1)      Simpton dan Kompleks
Kedua hal ini masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” dari jalannya energi yang normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, sehingga perlu perluasan ke alam bawah sadar.
Kompleks adalah sekelompok idea (perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan ingatan-ingatan) yang mungkin mengorganisasi atau konstelasi menjadi satu yang terdapat dalam ketidak sadaran pribadi. Komplek memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke arahnya, sehingga inti itu dipakai untuk menamai kompleks itu. Inti dan unsur yang terkait dengannya bersifat tak sadar, tetapi kaitan-kaitan tersebut dapat dan sering menjadi sadar. Contoh penilaian terhadap diri sendiri yang kurang mempunyai kemampuan, kurang menarik, kurang berbakat, disbandingkan orang lain.
2)    Mimpi, Fantasi, dan Khayalan
Mimpi memiliki hukum dan bahasa sendiri. Di dalam mimpi, soal-soal sebab-akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Bagi Jung, mimpi memiliki fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari konflik. Mimpi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif. Selain mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran.
3)            Arsetipe (Archetype)
Arsetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Arsetip adalah bentuk tampa isi yang mewakili atau melambangkan peluang munculnya jenis persepsi dan aksi tertentu. Arsetip yang muncul pada pengalaman awal manusia membentuk pusat kompleks yang mampu menyerap pengalaman lain padanya. Arsetip (kekuatan) misalnya; panjang sejarah manusia telah dihadapkan dengan kekuatan alam yang dahsyat, arus sungai, air terjun, banjir, badai, petir, kebakaran hutan, gempa bumi, dan lain-lain.

-          Anima dan Animus   
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita. Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus.
-          Bayang-bayang (shadow)
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe ,bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.


-          Diri (Self)
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titik pusat kepribadian. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
-          Simbolisasi
Symbol adalah tanda yang tampak yang mewakili hal lain atau yang tidak tampak. Arketip yang tertanam dalam tak sadar kolektif hanya dapat mengekspresikan diri melalui symbol-simbol. Hanya dengan menginterprestasi symbol-simbol ini, yang muncul dalam mimpi, fantasi, penampakan (vision), mythe, seni, dll.
B. Dinamika Kepribadian
Menurut Jung, struktur psyche itu tidak statis melainkan dinamis, senantiasa bergerak terus-menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang disebutnya sebagai libido. Pengertian libido di sini dipergunakan seperti energi dalam ilmu alam, jadi sebagai abstraksi yang menyatakan relasi-relasi dinamis.
1.      Hukum atau Prinsip Psyche
a.       Hukum Pasangan Berlawanan
Psyche (kepribadian) adalah suatu sistem energi yang tertutup, namun tidak sempurna. Hal ini karena energi dari sumber di luarnya dapat masuk atau ditambahkan ke sistem ini. Kenyataan bahwa psyche adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau dimodifikasi oleh sumber-sumber dari luar berarti bahwa psyche tidak pernah mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitas nisbi, hanya untuk sementara.
Psyche dinyatakan sebagai sistem energi yang tertutup karena psyche memiliki prinsip mengatur diri sendiri, yang berlangsung atas dasar hukum-hukum tertentu. Hukum pokoknya adalah hukum kebalikan atau lebih tepatnya hukum berlawanan, tidak ada suatu sistem yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan.
Sebelumnya telah ditemukan hukum psikologis seperti ini, yang disebut enantiodromia yang berarti segala sesuatu pada suatu kali akan berubah menjadi kebalikan atau lawannya. Contohnya ialah perubahan dari siang menjadi malam.
b.     Prinsip Ekuivalens
Prinsip yang mengatur energi psikis itu juga “analog” dengan prinsip-prinsip yang mengatur energi-energi dalam ilmu alam. Prinsip ini analog dengan hukum penyimpanan energi dalam thermodinamika, yang mengatakan bahwa sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi, dalam seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah-ubah.
c.       Prinsip Entropi
Hukum ini menyatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepaqda yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu distribusi energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan.
2.      Arah dan Intensitas Energi
Gerak energi memiliki arah, arah gerak ini dibedakan menjadi gerak progresif dan gerak agresif. Progresi ialah gerak ke kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang melibatkan aliran maju energi psikis. Sedangkan gerak regresif terjadi bila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar dan kerenanyalah ketidaksadaran terbangunkan, terjadilah penumpukan energi yang berat sebelah dan berakibat isi-isi ketidaksadaran menjadi terlalu penuh energi dan kekuatannya bertambah besar.
Dari ketegangan itu, nampak bahwa progresi memiliki nilai positif dan regresi memiliki nilai negatif. Namun menurut Jung, regresi juga punya nilai positif: bila progresi terjadi atas dasar keharusan penyesuaian terhadap dunia luar, maka regresi itu terjadi atas keharusan penyesuaian ke dalam, jadi penyesuaian dengan hukum batin sendiri.
Progresi dan regresi hanya fase dalam bekerjanya energi. Regresi merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam individu, sekaligus sebagai jalan untuk memperkaya jiwa, dengan memanggil gambaran-gambaran yang ada dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran.
3.      Interaksi Antara Aspek-aspek Psyche atau Kepribadian
Keempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa serta berbagai sistem yang membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu sama lain dalam tiga cara, yaitu:
a.       Sesuatu sistem atau aspek mengompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan-pasangan berlawanan dsan dengan mudah dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa. Orang yang pikirannya berkembang namun perasaanya tidak berkembang akan menimbulkan ketegangan yang mengganggu keseimbangan jiwa dan menuntut kompensasi, begitu pun sebaliknya. Kompensasi dapat dipenuhi misalnya dengan mimpi atau fantasi.
b.      Sesuatu sistem atau aspek menentang sistem atau aspek yang lain.
Pertentangan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian, antara pikiran dan perasaan, antara intuisi dan pendriaan, antara persona dan anima atau animus. Pasangan yang telah disebutkan selalu saling berlawanan, berhubungan secara komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan psyche atau kepribadian selalu bersifat dinamis.
c.       Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesis.
Aspek-aspek yang disebutkan di atas tidak selamanya bertentangan, melainkan juga dapat saling menarik atau mengadakan integrasi atau sintesis. Persatuan yang saling berlawanan ini oleh Jung dinilai disebabkan oleh adanya transcedent function, yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan segala kecenderungan yang saling berlawanan dan mengolahnya menjadi kesatuan yang sempurna dan ideal.
C. Perkembangan Psyche atau Kepribadian
Jung meyakini bahwa kepribadian berkembang lewat serangkaian tahapan yang memuncak pada individualisasi atau realisasi diri (Robert, et al, 1979 : 31). Jung mengelompokkan tahap hidup menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut.
1.            Masa Kanak-kanak
Masa kanak-kanak oleh Jung dibagi menjadi tiga bagian yaitu anarkis (0-6 tahun), monarkis (6-8 tahun), dan dualistis (8-12 tahun). Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khas dan sporadis. Pengalaman masa anarkis kadang memasuki kesadaran sebagai imaji-imaji primitif, tidak sanggup diverbalkan secara akurat.
Fase monarkis dicirikan oleh perkembangan ego dan permulaan pemikiran logis dan verbal. Selama waktu ini anak-anak mulai melihat diri mereka secara objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang ketiga. Sedangkan pada masa dualistis, anak-anak mulai menyebut diri mereka dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka sebagai individu yang berbeda.

2.      Masa Muda
Periode dari masa pubertas ke paruh baya disebut masa muda. Anak muda berjuang meraih kemandirian psikis dan fisik dari orang tua mereka, menemukan belahan jiwanya, membentuk keluarga, dan merebut sebuah tempat di panggung dunia ini.
Menurut Jung, masa muda seharusnya merupakan sebuah periode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya pemahaman dan kesadaran bahwa era kanak-kanak yang bebas dari masalah tidak akan kembali lagi. Kesulitan utama yang dihadapi di masa ini ialah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk mengandalkan kesadaran sempit masa kanak-kanak agar terhindar dari masalah-masalah yang terus mengganggu seumur hidup.
3.      Masa Paruh Baya
Jung berpendapat, usia paruh baya ialah 35 hingga 40 tahun. Meskipun di usia ini dapat menghadapkan orang-orang paruh baya kepada peningkatan kecemasan, namun hidup paruh baya juga menjadi periode potensial yang menakjubkan. Jika orang-orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai sosial dan moral dari hidup mereka sebelumnya, maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatik dalam upayanya mempertahankan daya fisik dan ketangkasan mereka. Ketika menemukan bahwa ideal mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh rasa putus asa untuk mempertahankan daya tarik fisik dan ketangkasan mereka.
4.      Usia Senja
Seiring dengan senja kehidupan yang semakin mendekat, manusia mengalami penyusutan kesadaran. Jika di kehidupan sebelumnya manusia takut pada kehidupan, maka di masa ini dan selanjutnya mereka takut pada kematian. Rasa takut pada kematian adalah tujuan hidup di mana hidup hanya dapat dipenuhi saat kematian dilihat dalam terang ini.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.         Struktur kepribadian
Kepribadian atau Psyche adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan tingah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian.
a.    Kesadaran  
-          Sikap
-          Fungsi
-          Tipologi Jung
-          Persona
b.   Ketidaksadaran
-          Ketidaksadaran personal
-          Ketidaksadaran kolektif
2.         Dinamika kepribadian
a.       Hukum atau prinsip psyche
b.      Arah dan interaksi energy
c.       Interaksi antara aspek-aspek psyche
3.         Perkembangan psyche
a.       Masa kanak
b.      Masa muda
c.       Masa paruh baya
d.      Masa usia senja
B.     Saran
Adapun kesalahan yang didapati dalam pembuatan makalah ini mohon dimaklumi karena masih dalam tahap belajar. Serta diharapkan  kritik dan sarannya yang bersifat membangun agar penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi


DAFTAR PUSTAKA

Awilson. 2014. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press


Artikel Terkait


EmoticonEmoticon