Monday, September 25, 2017

KEUNIVERSALAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK
KEUNIVERSALAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA    

A.    Keuniversalan Bahasa
Dalam aliran linguistik kontemporer, peran keuniversalan bahasa tidak dapat dipisahkan dari pemerolehan bahasa. Anak dapat memperoleh bahasa manapun karena adanya sifat universal pada bahasa. Konsep keuniversalan bahasa perlu dimengerti dengan baik agar kita dapat memahami bagaimana anak memperoleh bahasa. Konsep universal bukan yang mutlak tetapi yang relatif.
Berdasarkan gradasi tersebut Comrie ( 1989) membagi keuniversalan bahasa menjadi dua kelompok besar, yakni keuniversalan absolute dan keuniversalan tendensius. Dengan memperlihatkan gejala implikasional maka menurut Comrie ada empat kelompok. Kelompok pertama adalah keuniversalan absolute non implikasional. Dalam kelompok ini tidak ada perkecualian. Contoh: semua bahasa memiliki bunyi vokal, bahasa manapun di dunia ini menggabungkan bunyi untuk membentuk satu kata. Kelompok kedua adalah keuniversalan absolute implikasional. Contoh: bila suatu bahasa mempunyai reflex persona pertama/ kedua, maka bahasa itu juga mempunyai reflex persona ketiga bila suatu bahasa mempunyai bunyi hambat velar, bahasa tersebut pasti mempunyai bunyi hambat bilabial. Kelompok ketiga adalah keuniversalan tendensius non implikasional. Contoh: hampir semua bahasa memiliki konsonan asal. Kelompok keempat adalah keuniversalan tendensius implikasional. Contoh: bila suatau bahasa memiliki urutan dasar SVO, maka kemungkinanya adalah bahwa bahasa tadi memakai urutan preposisi.
Selaras dengan klasifikasi Comrie, Aitchison (1996) membagi keuniversalan berdasarkan keterangan firmanes dan ketergantungan independen :
1.      Keuniversalan absolute
2.      Keuniversalan statistical, merupakan keuniversalan yang umumnya, tetapi tidak selalu terdapat pada bahasa.
3.      Keuniversalan tak terbatas, merujuk pada adanya fitur yang terdapat di bahasa manapun.

4.      Keuniversalan implikasional,menyatakan bahwa ada tidaknya suatu fitur yang ditentukan oleh ada tidaknya fitur yang lain.

      Menurut Comsky manusia mempunyai apa yang dia namakan facualties of the mind, yakni semacam kapling-kapling intelektual dan abtrak dalam benak otak mereka. Salah satu dari kapling-kapling ini dijatahkan untuk pemakaian dan pemerolehan bahasa. Pada saat lahir anak mempunyai bekal kodrati dalam bentuk suatu mekanisme abstrak yang dinamakan language acquisition device ( LAD), yang diterjemahkan menjadi piranti pemerolehan bahasa ( PPB). PPB menerima korpus dalam bentuk kalimat-kalimat. Meskipun kalimat merupakan manifestasi dari kompetensi seseorang, tetap saja korpus seperti ini seringkali berbentuk kalimat-kalimat yang rancu. Namun demikian, dengan PPB yang dimilikinya anak dapat menerap esensi yang benar kemudian dikembangkan menjadi wujud bahasa yang apik. Dengan demikian, pemerolehan bahasa itu sebenarnya bukan suatu proses yang dilakukan oleh, tetapi yang terjadi pada anak.
Korpus:pengalaman bahasa


 
PPB
 
 





Bagan: korpus kopetensi
B.     Pemerolehan Bahasa
           Pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan keuniversalan bahasa. Bahkan keterkaitan ini lebih menjurus lagi dalam arti bahwa ada elemen-elemen bahasa yang urutan pemerolehannya bersifat universal absolute, ada yang universal statistika, dan ada pula yang universal implikasional. Dalam komponen fonologi, sifat keabsolutanya sangat tampak dalam arti bahwa suatu bunyi tidak mungkin dikuasai anak sebelum bunyi lain meskipun kendala seperti ini tidak berlaku untukseluruh bunyi pada bahasatersebut. Dalam komponen sintaktik kecendrungan untuk bersifat absolute tampaknya kurang kuat, sedangkan dalam komponen semantik kecenrungan di tiga komponen ini.

1.      Keuniversalan dan pemerolehan bunyi
     Dalam kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan fonologis, Jakobson (1968) merupakan tokoh yang sangat berpengaruh. Dia mengemukakan adanya keuniversalan dalam bunyi itu sendiri dan anak memperoleh bunyi-bunyi ini melalui suatu cara yang konsisten. Bunyi yang pertama keluar dari anak adalah kontras antara vokal disebut sebagai sistem vokal minimal yang sifatnya universal artinya dalam bahasa manapun ketiga bunyi vokal ini pasti ada:

                                                                                   I                                                    U


                                                                                                                                                             A
           Suatu bahasa bisa memiliki lebih dari tiga vokal tetapi tidak ada bahasa yang memiliki lebih dari tiga vokal. Bahasa seperti bahasa Lak di Daghestan Tengah, Tinggit di Amerika Utara, Aranda, Nyangumata, dan Gugu-Yalangi di Australia merupakan contoh dari 17 bahasa yang memiliki hanya tiga vokal.
           Mengenai konsonan, Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara oral dengan nasal ([P-t]-[m-n] dan kemudian disusul oleh labial dengan dental ([p]-[t]). Sistem kontas seperti ini disebut dengan consonantal minimal dan terdapat pada bahasa manapun didunia kecuali bahasa Tinggit yang penuturnya secara tradisional sengaja merusak bentuk bibirnya. Bahwa inventari bunyi-bunyi ini bisa saja berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain memang merupakan fakta, tetapi hubungan sesame bunyi itu sendiri bersifat universal.
2.      Keuniversalan dan pemerolehan sintaksis
            Dalam bidang sintaksis, memang banyak sekali yang ditulis orang tetapi belum ada tulisan lengkap yang sifatnya menyeluruh dan berlaku secara universal, sepadan dengan apa yang telah dinyatakan oleh Jakobokson dalam bidang fonologi. Dengan demikian, state of the art dalam penelitian mengenai pemerolehan sintaksis dapat dikatakan masih sporadic dan fragmental. Peneliti seperti Schlesinger bahkan mengatakan bahwa saat ini “tidak ada teori pemerolahan bahasa di pasaran yang benar-benar  sudah mantap”, yang ada hanyalah “sejumlah hipotese yang dianggap saat ini tentative dan memungkinkan diperbaiki berdasarakan bukti-bukti lain yang akan ditemukan” (1994: 86). Namun demikian, dengan segala kekurangan dan kesimpangsiuran ini ada Penemuan-penemuan yang telah teruji kebenarannya sehingga paling tidak bias dinamakan universal tendensius.
            . Misalnya, anak mengatakan [tatan] biasa mempunyai maksud banyak: (1) dia minta kacang, (2) dia menunjuk kacang disuatu tempat. Dalam bidang sintaksis anak mulai dengan ujaran satu kata , kemudian ujaran dua kata, dan akhirnya ujaran tiga dan multikata. Meskipun ujaran satu kata secara sintaksis sangat sederhana, secara semantis uajaran ini bermulti arah karena makna dari ujaran tersebut hanya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi yang ada, dan itupun belum tentu bermakna tunggal
            Interpretasi ini menjadi agak mudah setelah anak masuk dalam tahap ujaran dua kata karena paling tidak kita mempunyai indicator yang bertalian. Pada tahap ini kata-kata merujuk pada kasus serta perbuatan atau proses yang dinyatakan oleh kedua kata tersebut. Setelah ujaran kedua anak akan mudah untuk memulai ujaran ketiga atau seterusnya. Bentuk-bentuk kalimat yang rumit, seperti sematan tengah (center embedding) dikuasai lebih belakngan dibandingkan dengan peluasan belakang ( right hanf embedding) karena anak pada umumnya menghindari kontraksi yang memisahkan dua elemen yang seharusnya berdekatan. Dalambidang morfologi adapula kecenderungan bagi anak untuk memperoleh afiks infleksional daripada afiks derivasional (Peters, 1995). Demikian pula afiks yang mempunyai bentuk dan makna yang ajeng umumnya dikuasai lebih awal daripada afiks-afiks yang lain bentuk atau maknanya sering berubah.
            Tatabahasa Universal adalah suatu mekanisme pada benak anak yang memungkinkan ia membangun tatabahasa dari tatabahsa yang mentah yang masuk dari lingkungan sekitarnya. TU terdiri dari suatu perangkat prinsipel dan suatu perangkat parameter yang mengendalikan wujud bahasa manusia itu satu pihak mirip, tetapi dipihak lain juga berbeda, satu dari yang lain (Cook, 1988). Ada beberapa prinsipel, salah satu diantaranya adalah prinsipel yang dinamakan Strructure- Defendency Principle, Prinsipel ketergantungan Struktur (PKS). PKS menyatakan bahwa bahasa bukan terdiri dari element-element yang sifatnya linear, tetapi terorganisir dalam suatu hubungan structural. Perhatikan contoh berikut:
1.      Ayah memanggil dia.
2.      Ayah memanggil orang tua.
3.      Ayah memanggil orang tua dari Cirebon itu.
4.      Ayah memanggil orang yang memakai jaket merah itu.
Kata-kata yang dicetak miring di atas membentuk suatu struktur dalam kelompok masing-masing yang dinamakan frase nomina, FN. Dalam FN ini terjadi suatu hubungan srtruktural yang membuat keseluruhan element menjadi satu kesatuan. Ketergantungan structural seperti ini tidak memungkinkan kita untuk memisahkan unsur-unsur yang ada di dalamnya.
            Prinsipel dan Parameter inilah yang menyebabkan anak dapat membentuk konstruksi yang benar dan dengan cepat meskipun sampel datanya terbatas dan “amburadul”. Dengan prinsipel abstrak yang sudah tersedia secara kodrati dan mendasari semua bahasa manusia, tugas anak hanyalah memperolah kosakata yang tersajikan padanya dan menerapkan parameter-parameter yang berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Dalam apapun yang dinamakan lexical parameterization hypothesis dinyatakan bahwa parameter itu berada pada kategori fungsional dalam leksikon. Kategori fungsional ini diartikan sama dengan apa yang didefinisikan selama ini, yakni, kata fungsi, yang dikontraskan dengan kata utama atau cotent words. Perbedaannya adalah bahwa dalam teori baru ini kata fungsi ini juga dapat membentuk frasa pada halnya kata utama sehingga adapula frasa-frasa seperti Frasa Determiner (FD), Frasa Komplementiser (FK), dan Frasa Infleksi (FI). Dengan demikian, ungkapan this child berstruktur FD dengan this sebagai kata inti dan child sebagai komplemennya.   
3.       Keuniversalan dan Pemerolehan Leksikon
Dari segi keuniversalan, pemerolehan leksikon tampaknya merupakan proses yang paling sukar untuk dinyatakan secara universal, khususnya yang menyagkut jumlah dan macam kata yang dikuasai anak. Dalam hal ini variabelnya terlalu banyak sehingga jumlah dan macam kata yang dipeoleh akan sangat, kalau tidak sepenuhnya, ditentukan oleh faktor-faktor seperti budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup keluarga, tingkat pendidikan keluarga, dan lokasi keluarga (desa atau kota besar). Anak dari keluarga yang terdidik, yang dirumahnya terdapat banyak buku bacaan, yang mampu membeli buku anak-anak tentu akan berbeda kosa katanya dengan pembantu yang ada dirumah yang sama itu. Demikian pula anak disuatu desa, apalagi terpencil, kemungkinan besarnya tidak akan memperoleh kosa kata seperti computer, disket, apalagi hang.
Tidak adanya patokan yang universal ini tampak pada hasil penelitian para ahli. Nelson (1973 dalam Dromi, 1987: 19) menyatakan bahwa pada tahap ujaran satu kata mamiliki 50 kosa kata, sebaliknya, Braunwald (1978 dalam Dromi 1987: 19) menyatakan angka yang sama untuk umur 1;3 (12) (satu tahun, tiga bulan, duabelas hari) tetapi pada umur 1;3 (0) jumlahnya menjadi 391. Penelitian tahun 1926 yang dilaporkan oleh Anisfield (1984 dalam Dromi 1987: 19) menunnjukkan bahwa pada sekitar umur 1;6: 0 anak  memperoleh tiga sampai 22 kata baru; antara 1;8-2; 0 mereka memperoleh 154 kata baru. Anak Dromi (1989: 112), Keren,menunjukkan laju yang bervariasi dari minggu ke minggu dan mencapai puncak kelajuan pada umur 1;4 dengan memperoleh 111 kata baru dalam tiga minggu. Dia temukan pula bahwa sesudah umur itu laju perkembangannya menurun untuk beberapa waktu.
Evec Clark (1993: 3) mengungkapkan bahwa sejak umur 2;0 anak menambah sekitar 10 kata baru per hari sehingga pada umur 6;0 anak sudah akan memperoleh 14,000 kata. Bahwa pada awal tahap ujaran satu kata anak menambah kosa kata  secara lamban umumnya diakui oleh para peneliti. Pada sekitar umur 6;0 laju kecepatan ini bertambah, tetapi beberapa bertambahnya masih menjadi perdebatan. Subjek Dormi (1973 dalam Dormi 1987: 20) tedak secepat seperti subjek Dormi. Nelson mengatakan bahwa lajunya memang berbeda-beda untuk tiap anak dengan pertambahan 10 sampai 66 per bulan. Dalam tulisan terbarunya, Dromi (1999: 102) mengatakan bahwa perkembangan pada minggu yang produktif pun hanya 44 kata, yang berarti bahwa rata-ratanya hanya 6 kata per hari.
Sementara itu tampak pula ada perbedaan kosa kata untuk produksi dan untuk komprehensi. Karena komprehensi pada umumnya mendahului produksi maka jumlah kosakata untuk kedua tatanan ini berbeda. Benedict (1979 dalam Fletcher dan Garman, 1981: 6) menyimpulkan bahwa pada tahap awal pemerolehan,  saat anak pada tahap 50 kata, jumlah kosakata untuk  komprehensif adalah lima kali lipat dariproduksi. Sementara itu, E Clark menyatakan bahwa dibawa umur 1;0 anak memahami beberapa kata, yang baru akan dia pakai tiga atau empat bulan kemudian; anak yang lebih besar sudah dapat memahami tingkat perbandingan jauh sebelum mereka dapat memakainya. Mereka juga dapat memahami bentuk derivasi sebelum mereka sendiri dapat menderivasinya (1955: 245).
Dalam hal kategori kata, sebagian besar peneliti berpandangan bahwa kata utama selalu dikuasai lebih awal dari pada kata fungsi. Dari semua kata utama, kebanyakan ahli berpandangan bahwa  kata pertama yang dikuasai awal adalah nomina. Bahkan linguis seperti Gentner (1982) menganggapnya universal. Menurut Gentner ada perbedaan yang nyata antara nomina dengan verba dari representasi batinya. Pada anak nomina secara tipikal merujuk pada hubungan unsur yang abstrak dan beraneka ragam. Perbedaan inilah yang menurut dia, menyebabkan mengapa nomina dikuasai terlebih dahulu. Jumlah nomina yang banyak pada awal pemerolehan tampaknya mempunyai alasan yang rasional. Hirsch- Pasek dan Golonkoff (1997: 5) memberikan lima alasan:

1.      Nomina adalah unit yang umumnya bertekanan kuat dalam kalimat
2.      Nomina dalam ujaran yang diarahkan kepada anak umumnya muncl dalam bentuk isolasi atau pada akhir kalimat
3.      Banyak nomina yang diarahkan kepada anak cenderung merujuk pada benda konkret
4.      Dalam masukan, nomina sering dinyatakan dengan pemarkah
5.      Nomina sering disajikan kepada anak dengan peragaan fisik
Dal hal ajektiva, adjektive yang berdimensi umum (besar) dikuasai lebih awal dari pada yang dimensi khusus (panjang). Hal ini berkaitan dengan prinsip umum yang dipakai anak, yakni bahwa anak pasda umumnya akan memiliki kata-kata yang dapat dipakai dalam segala situasi. Kata besar dipakai untuk merujuk pada ular atau pohon, tetapi panjang hanya merujuk ke ular dan tinggi hanya merujuk pada pohon.
Untuk memperoleh makna, biasanya dibedakan dua istilah: ekstensi (extension) dan intensi (intension). Ekstensi merujuk kepada semua objek yang berupa, sedangkan intense kepada seperangkat fitur yang melekat kepada objek tersebut. Diberi kata binatang, maka ekstensinya adalah kerbau, kambing, kuda, sapi dst. Sedangkan intensinya adalah benda bernyawa, berhidung satu, berkaki empat, bertelinga dua dst.pendalaman intensi tidak mudah dilakukan karena fitur-fitur pada intensi tidak hanya menyangkut pengetahuan tentang dunia (world knowledge) tetapi juga dapat dipengaruhi oleh budaya maupun pengalam pribadi tiap individu.
Meskipun ekstensi dapat dirinci menjadi empat sub kelompok (Dromi, 1987: 95-104), yang umum terjadi pada anak adalah proses yang dinamakan underextensio (penciutan makna) dan overextension (penggelembungan makna). Penciutan makna terjadi bila anak memakai suatu kata untuk hanya pada satu referen khusus saja. Bila seorang anak memakai kata [dadah] dan dirujuk hanya boneka gajah saja, sedangkan patung gajah di taman bermain bukan dinamakan gajah, maka anak tadi sedang melakukan penciutan makna.
 Masalah pengelembungan makna sangat sukar ditentukan karena fitur yang terdapat didalamnya sangat luas; Bisa bentuk tekstur, ukuran, atau gerakan (Clark & Clark, 1977: 492-94). Karena keaneka ragaman seperti inilah kadang-kadang orang dewasa tidak memahami mengapa anak mengidentifikasi sesuatu sebagai entitas yang menurut nalar orang dewasa tidak kena. Anak, misalnya, mengganggap sandal yang berbulu halus sebagai kucing.
Kosa kata adalah suatu komponen dalam bahasa yang terus berkembang tampa brerhenti. Sebagai orang dewasa pun kita masih terus saja menambah  berbendaharaan kata. Linguis seperti West mengatakan bahwa untuk penutur asing dewasa, kosa kata sebanyak 2000 sudah memadai untuk berkomunikasi dalam banyak hal (West 1953).


             

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon