BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, menyimak dan
berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan yang biasa kita lakukan. Di mana
pun kita berada, kedua jenis keterampilan berbahasa ini hampir selalu kita
perlukan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Betapa sebagian besar waktu
kita, sejak bangun pagi hari hingga akan tidur pada malam hari, baik di dalm
maupun di luar rumah, kita gunakan untuk berkomunikasi secara lisan, (Edi
Suegito, 2007).
Berbahasa lisan merupakan keterampilan
yang dapat dipelajari dan dilatihkan kepada para siswa sekolah. Oleh sebab itu,
dalam karya tulis ilmiah ini akan membahas mengenai Cara Meningkatkan
Ketarampilan Barbahasa Lisan Dalam Kehidupan Sekolah dan Masyarakat. Cakupan
bahasanya meliputi hubungan menyimak dan berbicara, strategi pembelajaran
berbahasa lisan dan penerapannya melalui kegiatan bercerita dan dramatisasi
kreatif.
Dalam kegiatan berbahasa sehari-hari,
menyimak dan berbicara berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Hubungan
keduanya ibarat sekeping logam yang memiliki dua sisi. Bila ada menyimak pasti
ada berbicara. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasih dua arah
secara langsung atau komunikasi tatap muka, (Hendri Guntur Tarigan, 1986).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana hubungan menyimak dengan
berbicara?
2. Apakah
strategi pembelajaran berbahasa lisan dan penerapannya melalui kegiatan
bercerita dan dramatisasi kreatif?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan
Penelitian Secara Teoritis
Untuk mengetahui sejauh mana
keterampilan berbahasa lisan di lingkungan sekolah dan masyarakat.
1.3.2
Tujuan
Penelitian Secara Praktis
Untuk mengetahui pengembangan kreativitas
berbahasa lisan di lingkungan sekolah dan masyarakat dengan menerapkan
menyimak, menulis, dan berbicara sebagai objek utama.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat
Penelitian Secara Umum
Hasil penelitian
diharapkan agar ilmu pengetahuan dalam mengembangkan kreativitas berbahasa
lisan berjalan dengan baik.
1.4.2
Manfaat
Penelitian Secara Khusus
Melalui penelitian ini diharapkan
memperoleh manfaat yang baik bagi sekolah dan masyarakat.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
Menurut Hasan Alwi (2002: 1180) dalam kamus besar Bahasa
Indonesia,keterampilan berasal dari kata dasar terampil yang artinya cakap
dalam menyelesaikan tugas setelah mendapatkan imbuhan menjadi kata
keterampilan. Sehingga memiliki arti sebagai kecakapan dalam menyelesaikan
tugas. Keterampilan dan kata bahasa membentuk fase keterampilan bahasa di arti
kata sebagai kecakapan seseorang untuk memakai bahasa menulis, membaca,menyimak
dan berbicara.
Berbicara artinya melahirkan pendapat dengan perkataan Hasan Alwi
(2002:148). Sedangkan menurut Suhartono (2005: 20) berbicara seseorang menyampaikan
informasi melalui siaran atau bunyi bahasa. Berbicara dianggapsebagai kebutuhan
pokok bagi masyarakat karena dengan berbicara kita dapat menyampaikan dan
mengkomunikasikan segala isi dan gagasan batin kita. Orang yang terampil
berbicara akan menjadi pusat perhatian, pandai bergaul, dan mudah bekerjasama
serta mampu mempengaruhi pendapat orang lain. Itulah sebabnya orang yang pandai
berbicara cenderung akan maju ke depan dan menjadipemimpin.
Pada pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 menuntut agar setiap warga Negara
terampil menggunakan bahasa Indonesia ragam baku, Djago Tarigan
(1997/1998:148-149). Bagi guru hal itu merupakan tuntutan mendidik warga negara
di mulai dari usia dini agar mereka terampil berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia
yang baku, sadarkan anak jika menggunakan bahasa jawa (daerah) dan bila
menggunakan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional. Tujuan pembelajaran
kemampuan berbahasa adalah meningkatkan keterampilan berbahasa anak, bukan pada
pengetahuan tentang bahasa. Keterampilan berbicara bersifat mekanistis artinya
keterampilan ini bisa dikuasai dengan latihan yang kontinu dan sistematis. Ini
berarti siapa yang terampil harus sering latihan berbicara, menyimak, membaca,
dan menulis.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Menyimak Dengan
Berbicara
Dalam
percakapan sehari-hari, kata mendengar, mendengarkan, dan menyimak sering kita
gunakan. Dalam pengajaran keterampilan berbahasa makna ketiga hal itu dengan
jelas harus kita bedakan. Perhatikan contoh peristiwa-peristiwa berikut ini
mana yang termasuk kegiatan mendengar, mendengarkan, dan menyimak?
1. Pak
Ishak berkata kepada tetangganya, Mas Karto, ketika mereka beristirahat di
danau tengah sawah,” To, tadi malam saya mendengar bunyi ‘bum’ di belakang
rumah saya. Kamu juga mendengar suara itu?” tidak,”jawab Mas Karto. “ Semalam
saya tidur pulas sekali.”
2. Basuki
tampak sedang asyik membaca buku novel. Radio di meja sebelahnya sedang
menyiarkan nama-nama pemesan lagu kesukaanya, Emen. Ketika lagu itu
deperdengarkan, Basuki memperbesar volume suara radionya. Sambil mendengarkan
lagu itu, ia melanjutkan membaca buku novelnya.
3. Di
layar televisi sedang ditayangkan acara “Pembinaan Bahasa Indonesia”. Dina
menyimak uraian si pembicara dengan penuh minat. Sekali-sekali ia mencatat hal-hal
yang amat menarik perhatianya dalam buku catatan.
Dari contoh di atas dapat ditentukan bahwa
pada peristiwa satu, Pak Ishak mendengar
bunyi “bum” di belakang rumahnya. Tanpa direncanakan, tanpa disengaja, Pak
Ishak mendengar suara itu, bukan? Jadi, pada peristiwa mendengar belum terdapat
faktor kesengajaan. Pada peristiwa dua , Basuki membaca novel sambil
mendengarkan lagu “Emen”. Di situ faktor kesengajaan udah ada. Buktinya, Basuki
sengaja memperbesar volume suara radionya. Tetapi, apakah ia berusaha memahami
lagu yang didengarkanya itu? Tentu tidak, Sebab perhatianya terpusat pada
membaca novel. Pada peristiwa ketiga, Dina menyimak uraian pembawa acara
“Pembinaan Bahasa Indonesia”. Di situ jelas, tidak hanya faktor kesengajaan
saja, melainkan juga faktor pemusatan perhatian dan pemahaman kita jumpai. Dalam
peristiwa menyimak unsur pemahaman
merupakan faktor utama.
Menyimak, sebagai salah satu keterampilan berbahasa, tidak kalah
pentingnya denagan berbicara, membaca dan menulis. Menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis harus disajikan secara terpadu dalam pembelajaran
keterampilan berbahsa. Peristiwa menyimak diawali dengan mendengarkan bunyi
bahasa secara langsung atau melalui rekaman radio, telepon, atau televise.
Bunyi bahasa yang ditangkap oleh telinga kita diidentifikasi jenis dan
pengelompokannya menjadi suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Jeda dan intonasi pun ikut diperhatikan oleh penyimak. Bunyi bahasa yang
diterima kemudian ditafsirkan maknanya, dinilai kebenaranya agar dapat
diputuskan diterima tidaknya.
Menyimak merupakan proses yang mencangkup
kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menafsirkan, menilai, dan
mereaksi terhadap makna yang termuat pada wacana lisan. Jadi, peristiwa menyimak
pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan penggunaan bahasa sebagai alat
komunikasi.
Menyimak harus dikaitkan dengan berbicara.
Kedua kegiatan ini merupakan proses interaksi antarwarga dalam masyarakat yang
ditopang oleh alat komunikasi yang disebut bahasa yang dimiliki dan dipahami
bersama. Komunikasi dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya disebut
komunikasi verbal. Ada pula komunikasi lain dengan menggunakan gerak-gerik,
isyarat atau bendera sebagai alatnya. Kegiatan komunikasi dengan menggunakan
alat bukan bahasa seperti itu dinamakan komunikasi non verbal. Pada
kenyataanya, komunikasi verbal itulah yang kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dari uraian diatas kita tahu bahwa
dalam komunikasi lisan pembicara dan penyimak berpadu dalam satu kegiatan yang
resiprokal. Keduanya dapat berganti peran secara spontan, dari pembicara
menjadi penyimak atau sebaliknya, dari penyimak menjadi pembicara. Dengan
demikian kegiatan berbicara dan menyimak saling mengisi atau saling melengkapi.
Tidak ad gunanya kita berbicara tanpa menyimak jika pada saat yang sama tidak
ada yang berbicara. Dari situlah kita tahu bahwa berbicara dan menyimak adalah
dua kegiatan yang bersifat resiprokal.
3.2 Strategi Pembelajaran Berbahasa
Lisan dan Penerapan Melalui Kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.
Melatih
dan meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa lisan merupakan salah satu
tugas guru. Guru yang berpengalaman dan kreatif rasanya tidak akan mengalami
kesulitan dalam memilih strategi yang tepat untuk melaksaakan tugas itu.
Beberap prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut
ini:
1. Pengajaran
keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh
guru dan siswa.
2. Pengajaran
keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih komplek,
sesuia dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
3. Pengajaran
keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka
pada diri siswa.
4. Pengajaran
keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar, bukan menguji.
Artinya, skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
Guru yang
sudah mengenal, mengetahui, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai strategi
pembelajaran berbahasa lisan memiliki rasa percaya yang kuat sehingga
kinerjanya di kelas jauh lebih mentap dan meyakinkan. Agar pembelajaran
berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang
digunakan guru harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Relevan
dengan tujuan pembelajaran
2. Menantang
dan merangsang siswa untuk belajar
3. Mengembangakan
kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok
4. Memudahkan
siswa memahami materi pelajaran
5. Mengarahkan
aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
6. Mudah
diterapkan dan tidak menuntut disediakanya peralatan yang rumit
7. Menciptakan
suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum
terbaru untuk SD, dapat dikemukakan beberapa strategi pembelajaran berbahasa
lisan sebagai berikut:
1. Bermain
tebak-tebakan
Bermain tebak-tebakan dapat kita
laksanakan dengan berbagai cara. Cara yang sederhana, guru mendeskripsikan
secara lisan suatu benda tanpa menyebutkan nama bendanya. Tugas siswa menerka
nama benda itu.
2. Menjawab
Pertanyaan
Latihan
menjawab pertanyaan secara lisan berdasarkan bahan simakan sangat menunjang
pengembangan keterampilan berbahasa lisan siswa. Ada lima pertanyaan yang perlu
diajukan guru, yaitu (1) siapa yang berbicara, (2) apa yang dibicarakan, (3)
mengapa hal itu dibicarakan, (4) dimana hal itu dibicarakan, dan (5) bila hal itu dibicarakan. Dengan demikian,
guru harus pandai memilih bahan simakan yang sesuai yang dapat berupa dengeng
atau cerita anak, sehingga kelima pertanyaan itu dapat diajukan.
3. Menyelesaikan
cerita
Guru atau seorang siswa mulai bercerita. Siswa
atau siswa yang lain menyimak cerita yang dilisankan. Cerita yang belum selesai
dilisankan guru atau seorang siswa itu dilanjutkan oleh siswa atau pencerita
kedua, ketiga, dan seterusnya, sampai cerita itu tamat. Cara mengajarkan
bercerita seperti ini memaksa siswa harus menyimak jalan cerita yang
ditampilkan, sebab pada giliran berikutnya setiapa siswa mungkin ditunjuk guru
untuk melanjutkan cerita itu.
4. Bercerita
Bercerita
menuntun siswa menjadi pembicara yang baik dan kreatif. Dengan bercerita siswa
dilatih untuk berbicara jelas dengan intonasi yang tepat, menguasai pendengar,
dan berprilaku menarik.
Kegiatan bercerita harus dirancang dengan
baik. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, jauh sebelumnya guru sudah meminta
siswa untuk memilih cerita yang menarik. Setelah itu siswa diminta menghafalkan
jalanya cerita agar nanti pada pelaksanaanya, ketika bercerita di depan
pendengarnya tidak mengalami kesulitan.
5. Memberi
Petunjuk
Memberi
petunjuk seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau
letak sesuatu tempat, memerlukan sejumlah persyaratan petunjuk harus jelas,
singkat, dan tepat. Siswa yang sering berlatih member petunjuk secara lisan
akan lebih terampil berbicara. Karenanya, guru harus memberikan kesempatan yang
luas kepada siswa untuk berlaih memberikan petunjuk.
6. Bertelepon
Berbicara
antara dua pribadi yang berjauhan dapat dilakukan dengan bertelepon. Bertelepon
merupakan komunikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon adalah berbicara
jelas, singkat, dan lugas. Harus diperhatikan bahwa terlalu lama bertelepon
tidak baik karena di samping faktor biaya, juga dapat menghambat orang lain
yang ingin menggunakan telepon itu.
Biasanya telepon digunakan untuk hal-hal
penting saja, misalnya peyampaian informasi penting, berita keluarga, dan
sebagaimana. Strategi bertelepon dapat digunakan sebagai strategi pengajaran
berbahasa lisan.
7. Diskusi
Berdiskusi
pada dasarnya merupakan interaksi verbal secara tatap muka yang dilakukan oleh
lebih dari dua individu. Diskusi merupakan percakapan dalam bentuk lanjut yang
bobot pembicaraanya lebih kompleks daripada percakapan yang biasa dilakukan
oleh dua orang. Berdiskusi merupakan strategi yang baik bagi pengembangan
keterampilan berbahasa lisan, khususnya berbicara untuk bermusyawarah atau
memecahakan masalah.
8. Main
Peran
Main
peran adalah simulasi (tiruan) tingkah laku dari orang yang diperankan.
Tujuanya adalah melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, melatih
paraktik berbahasa lisan secara intensif, dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
Dalam bermain peran, siswa bertindak,
berlaku, dan berbahasa seperti orang yang diperankanya. Dari segi bahasa
belarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang
sesuai/
9. Dramatisasi
Dramatisasi
atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya
cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dulu
harus mempersiapakan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain
drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih
untuk mengekspresikan perasaan dan pikiranya dalam bentuk bahasa lisan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan
akan membawa hasil yang memuaskan apabila dilandasi dengan tujuan yang jelas,
materi yang disusun secara sistematis, dan mampu menumbuhkan partisipasi aktif
terbuka pada diri siswa serta kegiatan pembelajaran bukan pengujian.
Keterampilan
berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan
untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain dalam
kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya.Pembicara
yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik.
Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang
disampaikan.
Dengan demikian, upaya
untuk meningkatkan keterampilan berbahasa lisan (berbicara) harus dimulai dari
kita sebagai guru atau pengajar yang menjadi acuan para siswa dalam proses
belajar mengajar di sekolah khususnya dan di lingkungan keluarga, masyarakat
pada umumnya.
4.2
Saran
Antara menyimak, membaca, menulis, serta
berbicara erat hubungan nya dan saling keterkaitan, oleh sebab itu kita harus
rajin melatih keterampilan berbahasa, agar kita bisa menjadi sastrawan yang
handal dan menjadi pembicara yang baik.
EmoticonEmoticon